Foto: DJBC
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) memiliki kewenangan untuk mengawasi dugaan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam lalu lintas ekspor dan impor. Namun, untuk memperoleh kewenangan ini, pengusaha harus terlebih dahulu melakukan recordation atau perekaman data HKI ke dalam database DJBC.
Menurut keterangan Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo, saat ini telah terdapat 54 merek yang terdaftar dalam sistem perekaman data HKI DJBC.
“Sejak 2018 hingga September 2024 statistik data rekordasi bea cukai terus mengalami peningkatan. Hingga kini tercatat ada 54 merek terdaftar,” katanya dikutip pada Senin (11/11/2024)
Merek-merek tersebut meliputi berbagai jenis produk meliputi produk kosmetik, alat tulis, produk perawatan kulit atau skincare, sampo, dan lain-lain.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, DJBC telah berhasil melakukan 17 penindakan terkait dengan pelanggaran HKI. Dari jumlah tersebut, 9 kasus di antaranya diteruskan ke pengadilan niaga oleh pemegang merek.
Secara terperinci, melalui penindakan tersebut, DJBC berhasil melakukan penangguhan atas 1.146.240 buah pulpen, 160 gulung dan 890 karton amplas, 4.617.296 buah pisau cukur, 72.000 buah kosmetik, hingga 1.681 karton masker.
Budi menjelaskan setidaknya terdapat 5 dampak negatif yang dapat terjadi apabila barang-barang palsu beredar di masyarakat.
Pertama, produk palsu dapat membahayakan keamanan publik karena sering kali tidak memenuhi standar yang diperlukan, sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan konsumen. Kedua, dapat menurunkan minat produsen untuk berinovasi.
Ketiga, merek yang dipalsukan dapat kehilangan reputasinya karena kualitas barang palsu tidak sesuai dengan merek asli. Keempat, menurunkan kepercayaan untuk berinvestasi ke Indonesia. Kelima, hasil penjualan barang palsu berpotensi menjadi sumber pembiayaan organisasi kriminal dan kelompok terorisme.
Melihat dampak tersebut, sambungnya, DJBC berkomitmen akan terus mengoptimalkan pengawasan terhadap pelanggaran HKI dengan menggandeng berbagai pihak terkait. Budi juga mengimbau para pemilik merek untuk segera melakukan perekaman agar DJBC dapat segera melindungi produk-produk asli dari ancaman pemalsuan.
Saat ini, DJBC telah tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) HKI dan menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dalam mengupayakan kerja sama nasional.
Pada skala internasional DJBC telah berpartisipasi dalam WCO Operation Action IPR A/P III, yaitu operasi serentak institusi Bea Cukai Asia-Pasifik dalam menindak pelanggaran HKI.
Selain itu, DJBC memiliki program Customs Visit to Potential Recordants (CVPR) yang merupakan program jemput bola kepada entitas-entitas yang memiliki potensi rekordasi berdasarkan data pemetaan dan pengawasan DJBC. (Syallom Aprinta Cahya Prasdani/sap)