KEBIJAKAN PAJAK

Dirikan Bangunan Sendiri Harus Bayar PPN? Ternyata Begini Aturannya

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 18 September 2024 | 17.39 WIB
Dirikan Bangunan Sendiri Harus Bayar PPN? Ternyata Begini Aturannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2025, apabila jadi berlaku, akan turut berpengaruh pada tarif efektif PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS). Topik mengenai kenaikan tarif efektif PPN atas KMS tersebut kini menjadi sorotan publik.

Mulanya, tarif efektif PPN KMS dipatok sebesar 2,2%. Namun, tarif efektif KMS akan naik menjadi 2,4% sepanjang tarif PPN umum dinaikkan menjadi 12% sebagaimana diamanatkan dalam UU HPP. Adapun tarif efektif KMS tersebut berasal dari formula besaran tertentu.

"Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN...," bunyi Pasal 3 ayat (2) PMK 61/2022, dikutip pada Rabu (18/9/2024).

Perlu diperhatikan, PPN atas KMS bukan merupakan jenis pajak baru. Pengenaan PPN atas KMS sudah dilaksanakan sejak 1 Januari 1995 melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 595/KMK.04/1994 yang mengatur mengenai batasan dan tata cara pengenaan PPN atas KMS.

Dalam perkembangannya, ketentuan yang memerinci batasan dan tata cara pengenaan PPN atas KMS beberapa kali mengalami perubahan. Terakhir, perincian ketentuan mengenai PPN atas KMS diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2022.

Merujuk beleid tersebut, KMS adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

KMS juga mencakup kegiatan membangun bangunan untuk orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pihak lain, tetapi tidak dipungut PPN oleh pihak lain tersebut. Artinya, KMS tidak mesti dilakukan oleh pemiliknya sendiri.

Namun, KMS bisa juga dilakukan oleh pihak lain seperti melalui tukang bangunan atau kontraktor sepanjang belum dipungut PPN. Misalnya, pembangunan suatu bangunan yang dilakukan oleh kontraktor yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) maka berpotensi terutang PPN KMS.

Sementara itu, apabila bangunan tersebut dibangun oleh kontraktor yang sudah dikukuhkan sebagai PKP maka kegiatan pembangunan itu tidak termasuk KMS. Dengan demikian, tidak ada kewajiban penyetoran PPN atas KMS.

Adapun atas penyerahan jasa pembangunan oleh kontraktor yang sudah PKP itu akan dipungut PPN dengan mekanisme umum oleh kontraktor yang bersangkutan. Namun, apabila kontraktor tersebut tidak memungut PPN maka kegiatan pembangunan itu berpotensi terutang PPN KMS.

Akan tetapi, tanggung jawab membayar PPN KMS itu dapat dikecualikan sepanjang orang pribadi atau badan bisa memberikan data/informasi mengenai pihak lain yang melakukan pembangunan. Data/informasi itu paling sedikit berupa identitas dan alamat lengkap pihak lain yang membangun bangunan.

Kendati demikian, tidak semua KMS atas suatu bangunan terutang PPN. Hal ini lantaran PPN hanya dikenakan atas KMS suatu bangunan yang memenuhi ketentuan. Adapun bangunan dikenakan KMS apabila memenuhi 3 kriteria.

Pertama, konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja. Kedua, diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Ketiga, luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2. Ketiga syarat itu bersifat kumulatif.

KMS tersebut bisa dilakukan secara sekaligus dalam jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tidak lebih dari 2 tahun. Apabila tenggat waktu antar tahapan pembangunan lebih dari 2 tahun maka kegiatan tersebut dianggap KMS terpisah sepanjang memenuhi ketentuan.

PPN atas KMS tersebut harus dihitung dan disetorkan sendiri oleh orang pribadi atau badan yang melakukan KMS. Adapun PPN atas KMS tersebut terutang pada saat mulai dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai

Lebih lanjut, PPN atas KMS itu dikenakan dengan tarif efektif 2,2% atau 2,4% (apabila tarif PPN naik menjadi 12%) dari biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.

Contoh Kasus

Misalnya, Bapak Arifin mulai membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal pribadinya pada April 2023. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah 200 m2. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Arifin dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut:

  • pembelian tanah sebesar Rp200.000.000,
  • pembelian bahan baku bangunan keseluruhan Rp180.000.000,
  • biaya upah mandor dan pekerja bangunan Rp70.000.000.

Dengan demikian, PPN terutang atas KMS yang dilakukan Bapak Arifin adalah (20% X 11%) X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000). Artinya, PPN terutang atas KMS oleh Bapak Arifin = 2,2% X Rp250.000.000 = Rp 5.500.000. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.