Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meminta anggaran belanja senilai Rp1,51 triliun pada tahun depan, di atas pagu pada RAPBN 2025 yang hanya senilai Rp681,88 miliar.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengatakan pagu anggaran yang hanya senilai Rp681,88 miliar tersebut bakal menghambat upaya kementeriannya dalam mencapai target realisasi investasi pada tahun depan.
"Kalau dibandingkan dengan alokasi anggaran 2024 yang senilai Rp1,22 triliun, terdapat penurunan anggaran kurang lebih 44%. Jadi mengalami penurunan yang sangat signifikan," kata Rosan dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (3/9/2024).
Menurut Rosan, anggaran senilai Rp681,88 miliar hanya cukup untuk mendanai kegiatan-kegiatan rutin. "Ini menimbulkan konsekuensi seperti terbatasnya pembiayaan untuk kegiatan peningkatan konsolidasi perencanaan, hilirisasi, dan promosi penanaman modal," ujar Rosan.
Rosan mengatakan Kementerian Investasi/BKPM memiliki Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) di 9 negara. Bila anggaran dipangkas, Kementerian Investasi/BKPM berpotensi mengurangi jumlah IIPC yang selama ini menjalankan kegiatan promosi investasi.
Bila target investasi tidak tercapai akibat kurangnya anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian Investasi/BKPM, target pertumbuhan ekonomi pada tahun depan juga berpotensi tidak tercapai. Perlu diketahui, target realisasi investasi naik dari Rp1.650 triliun pada tahun ini menjadi senilai Rp1.905 triliun pada 2025.
"Tentunya ini [penurunan anggaran Kementerian Investasi/BKPM] akan juga berdampak ke penciptaan lapangan kerja, pelayanan kepada pelaku usaha, dan lain-lain," ujar Rosan.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, mayoritas belanja pada RAPBN 2025 adalah belanja nonkementerian dan lembaga (non-K/L) yakni senilai Rp1.716,4 triliun atau 63,7% dari total belanja pemerintah pusat yang diusulkan.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tingginya belanja non-K/L diperlukan untuk memberikan fleksibilitas kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Ketika resmi menjabat, Prabowo dapat mengalokasikan belanja non-K/L ke kementerian-kementerian terkait.
"Presiden baru dengan kabinet akan melihat program itu, dan DIPA-DIPA akan dipindahkan dari belanja pemerintah pusat yang non-K/L ke katakanlah menteri pertanian, PUPR, kesehatan, atau pendidikan," ujar Sri Mulyani. (sap)