Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memutuskan untuk memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) atas pembelian rumah sebesar 100% hingga Desember 2024, dari semula hanya sebesar 50% untuk masa pajak Juli hingga Desember 2024. Topik ini cukup menjadi perhatian netizen selama sepekan terakhir.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemberian insentif PPN DTP bertujuan mendorong konsumsi kelas menengah. Pemberian insentif ini juga bakal mendorong pertumbuhan sektor konstruksi dan perumahan.
"Insentif PPN DTP akan diberikan sebesar 100%, ini sampai dengan bulan Desember 2024," katanya.
Airlangga mengatakan pemberian insentif PPN 100% hingga Desember 2024 telah mendapat persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kebijakan ini diambil sebagai bagian dari kebijakan mendorong konsumsi masyarakat.
Melalui PMK 7/2024, pemerintah mengatur pemberian fasilitas PPN DTP atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun pada tahun ini. PPN terutang yang ditanggung pemerintah merupakan PPN atas penyerahan yang terjadi pada saat ditandatanganinya akta jual beli atau ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli lunas.
Selain ulasan mengenai PPN rumah DTP, ada pula isu lain yang cukup menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, pemusatan wajib pajak saat berlakunya NPWP 16 digit, dibukanya kembali relawan pajak, hingga ditolaknya 2 hakim agung oleh DPR.
Pemerintah akan menghitung ulang alokasi anggaran untuk pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah atas pembelian rumah sebesar 100% hingga Desember 2024.Kemenkeu akan memastikan kebutuhan pagu untuk insentif ini tersedia.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan pemberian insentif PPN rumah DTP sebesar 100% tersebut hingga akhir tahun dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dia berharap insentif ini ramai dimanfaatkan oleh wajib pajak.
Insentif PPN rumah DTP juga diyakini akan mendorong konsumsi kelas menengah. Kebijakan tersebut, utamanya, bakal mendorong pertumbuhan sektor konstruksi dan perumahan. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) menyatakan wajib pajak cabang akan terpusat secara otomatis ketika nomor pokok wajib pajak (NPWP) 16 digit resmi berlaku secara penuh.
Agar wajib pajak terbiasa mengadministrasikan kewajiban pajaknya secara terpusat, wajib pajak diimbau untuk melakukan pemusatan sejak saat ini.
"Wajib pajak akan terpusat otomatis secara jabatan ketika NPWP 16 digit berlaku penuh. Disarankan agar segera melakukan permohonan pemusatan dari saat ini sehingga wajib pajak telah terbiasa untuk melakukan pemusatan," tulis DJP pada laman resminya. (DDTCNews)
DJP mengumumkan periode pendaftaran program Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) kembali dibuka.
DJP menyatakan periode pendaftaran program Renjani untuk mahasiswa dibuka sampai dengan 30 September 2024. DJP pun mengajak mahasiswa yang berminat menjadi relawan pajak untuk segera melakukan pendaftaran.
"DJP memanggil mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk membangun networking, leadership, dan experience based learning melalui program Renjani," tulis DJP dalam keterangannya di medsos. (DDTCNews)
Komisi Yudisial menegaskan pengusulan 2 hakim Pengadilan Pajak untuk mengikuti fit and proper test sebagai calon hakim agung (CHA) tata usaha negara (TUN) khusus pajak sudah sesuai ketentuan dan tidak melanggar persyaratan yang berlaku.
Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan Komisi Yudisial (KY) memiliki diskresi dalam mengusulkan CHA TUN khusus pajak kepada Komisi III DPR.
"Dua CHA TUN khusus pajak yang tak memenuhi syarat tersebut merupakan keputusan pleno untuk melakukan kelonggaran persyaratan administrasi atau diskresi berdasarkan Pasal 22 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan," katanya.
Penetapan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) khusus atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinilai bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945. Hal ini disampaikan Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan sebagai saksi ahli dalam sidang pengujian materiil UU HKPD di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (28/8/2024).
Menurut Djohan, Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 telah mengamanatkan agar hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemda dilaksanakan secara adil dan selaras.
"Penetapan tarif PBJT khusus 5 jasa hiburan tadi telah mencederai konstitusi dan melemahkan otonomi yang menjadi amanah reformasi, sehingga layak dibatalkan oleh MK," ujar Djohan. (DDTCNews) (sap)