Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Komisi XI DPR kembali meminta pemerintah untuk melakukan kajian ulang terhadap pemberlakuan tarif PPN sebesar 12% pada tahun depan.
Anggota Komisi XI Andreas Eddy Susetyo mengatakan pemerintah memiliki ruang untuk membatalkan pemberlakuan tarif PPN sebesar 12%. Kewenangan tersebut dimiliki oleh pemerintah  berdasarkan Pasal 7 ayat (3) UU PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Memang ayat (1) menyatakan kenaikan PPN paling lambat 1 Januari [2025]. Tetapi, di ayat (3) disebutkan karena perkembangan ekonomi pemerintah bisa menurunkan antara 5% sampai 15% dengan PP melalui persetujuan DPR," ujar Andreas, Rabu (28/8/2024).
Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa serta berargumen bahwa kenaikan tarif PPN adalah pelaksanaan dari UU HPP. Menurut Andreas, perubahan tarif PPN berdasarkan kondisi ekonomi juga merupakan pelaksanaan dari UU HPP.
"Jadi jangan sampai argumentasinya karena ini pelaksanaan UU HPP. Ini perlu kita clear-kan. Waktu itu kita sampaikan, tetapi belum ada jawaban secara clear dari pemerintah mengenai bagaimana pengaruh kenaikan PPN terhadap daya beli yang riil ini," ujar Andreas.
Andreas mengatakan terdapat beberapa indikator yang menunjukkan adanya tekanan pada daya beli masyarakat. Misal, data BPS menunjukkan proporsi dan jumlah masyarakat kelas menengah tercatat turun dalam 5 tahun terakhir, sedangkan jumlah dan proporsi masyarakat rentan miskin justru naik.
"Kalau daya beli ini terus menurun, dampaknya juga ke sektor korporasi. Ini nampak pada kinerja sektor manufaktur kita. Jadi dalam hal ini mohon pemerintah melakukan kajian betul-betul, sektor menengahnya itu betul-betul ada masalah," ujar Andreas.
Bila korporasi turut tertekan dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja, tren ini akan berdampak terhadap penerimaan pajak secara umum.
Seperti diketahui, tarif PPN dijadwalkan naik jadi 12% pada tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan rencana kenaikan tarif PPN tersebut sudah diketahui oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Menurut Sri Mulyani, nasib dari kebijakan tersebut ke depan ditentukan oleh Prabowo. "Bapak presiden terpilih maupun presiden sekarang sudah sangat fully aware mengenai UU HPP itu. Nanti akan kita lihat bagaimana," ujar Sri Mulyani. (sap)