Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) secara resmi memberlakukan pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) per 1 Juli 2024. Hanya saja, belum seluruh layanan administrasi pajak yang tercakup di dalamnya. Baru 7 layanan saja. Kabar ini mendapat sorotan cukup luas oleh netizen selama sepekan terakhir.
Implementasi NIK sebagai NPWP ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak PER-06/PJ/2024. Beleid itu mengatur ada 7 layanan administrasi yang dapat diakses menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU). DJP akan secara bertahap memperluas pemanfaatan nomor identitas pada aplikasi lainnya.
Ketujuh layanan yang sudah bisa diakses dengan NIK meliputi pendaftaran wajib pajak (e-registration), akun profil wajib pajak pada DJP Online, informasi konfirmasi status wajib pajak (info KSWP), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-bupot 21/26), dan penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-bupot unifikasi).
Kemudian, penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-bupot instansi pemerintah), serta pengajuan keberatan (e-objection).
Selain dapat diakses dengan ketiga jenis nomor identitas di atas --Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), NPWP 16 digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha (NITKU)--, 7 layanan tersebut juga masih dapat diakses dengan NPWP 15 digit.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan jumlah layanan administrasi yang berbasis NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU akan terus mengalami penambahan.
“Secara bertahap, kami akan mengumumkan penambahan jenis layanan yang sudah mengakomodasi NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU,” kata Dwi.
Berdasarkan pada PER-06/PJ/2024, apabila terdapat layanan tertentu selain 7 layanan di atas maupun layanan yang tidak masuk dalam daftar pengumuman yang akan dikeluarkan DJP, wajib pajak tetap dapat mengaksesnya dengan menggunakan NPWP 15 digit.
Selain informasi mengenai dimulainya integrasi NIK-NPWP, ada pula bahasan mengenai pemadanan NIK-NPWP, update aplikasi e-faktur, pelaporan SPT oleh NPWP cabang, hingga kelanjutan judicial review atas tarif pajak hiburan ke MK.
DJP mencatat terdapat sekitar 670.000 NPWP milik wajib pajak orang pribadi penduduk yang belum dipadankan dengan NIK.
Berdasarkan catatan DJP, jumlah NPWP yang belum padan mencapai 0,9% dari total wajib pajak orang penduduk yang sudah terdaftar, yakni sebanyak 74,68 juta.
"Artinya, 74 juta atau 99,1% wajib pajak orang pribadi penduduk telah melakukan pemadanan NIK-NPWP," tulis DJP dalam keterangan resminya. (DDTCNews)
Saat ini pembuatan faktur pajak elektronik (e-faktur) masih menggunakan NPWP dengan format 15 digit.
Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Rian Ramdani mengatakan e-faktur tidak termasuk dalam 7 jenis layanan administrasi pajak yang sudah memanfaatkan NIK 16 digit sebagaimana diatur Peraturan Dirjen Pajak PER-6/PJ/2024. DJP pun belum melakukan pembaruan aplikasi e-faktur.
"Karena e-faktur tidak masuk list, berarti masih digunakan dengan parameter NPWP 15 digit sampai dengan pengumuman resmi dari DJP selanjutnya," katanya. (DDTCNews)
Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak.
Terhadap wajib pajak cabang yang telah diterbitkan NPWP cabang sebelum PMK 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023 berlaku, DJP memberikan NITKU. Terhitung sejak 1 Juli 2024, lanjut Kring Pajak, wajib pajak cabang menggunakan NITKU.
Kendati demikian, Kring Pajak menyampaikan sampai dengan saat ini, belum ada ketentuan lebih lanjut mengenai NITKU dalam kaitannya dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) serta pembayaran pajak.
“Selama belum terbit ketentuan baru maka silakan tetap melakukan pelaporan SPT sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada saat ini ya,” tulis Kring Pajak. (DDTCNews)
DJP melakukan survei terkait dengan e-bupot 21/26.
Melalui sebuah unggahan di Instagram, DJP mengatakan survei dibagikan melalui email berdomain @pajak.go.id. Tidak semua wajib pajak akan menerima email ini. Pasalnya, survei dikirimkan kepada beberapa wajib pajak terpilih.
“DJP mengirimkan email blast dengan pengirim [email protected]. [Adapun] xxxx merupakan kode pembeda batch email blast untuk menghindari email terblokir oleh email provider, tulis DJP dalam sebuah pemberitahuan di Instagram. (DDTCNews)
Mahkamah Konstitusi (MK) akan melanjutkan sidang pengujian materiil atas ketentuan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa hiburan pada pekan depan, 11 Juli 2024.
Dalam persidangan tersebut, MK akan mendengarkan keterangan dari para pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.
"Sambil menunggu pemberitahuan dan panggilan sidang dalam rangka pemeriksaan persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan presiden, MK mempersilakan DPR mempersiapkan keterangan dan risalah pembahasan perihal permohonan sebagaimana dimaksud," tulis MK dalam suratnya kepada DPR. (DDTCNews) (sap)