Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Suryo Utomo mengharapkan sengketa (dispute) di Pengadilan Pajak ke depan lebih banyak terkait dengan perbedaan pemahaman atas sebuah kebijakan (policy). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (7/5/2024).
Suryo menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara wajib pajak dan otoritas untuk memastikan setiap pemeriksaan tidak selalu belanjut ke sengketa di Pengadilan Pajak. Jika memang ada keberatan dari wajib pajak yang harus diterima, sambung Suryo, otoritas akan menerimanya.
“Saya lebih menghormati dispute keberatan dan banding itu dispute treatment. Berarti, ada pemahaman policy yang berbeda. Saya enggak lagi berpikir dispute adalah uji bukti. Ini saya kemarin sampaikan dengan teman-teman di lapangan,” ujar Suryo.
Dengan demikian, sengketa yang berkaitan dengan uji bukti diharapkan mulai berkurang. Jika memang harus bersengketa terkait dengan uji bukti, Suryo berharap hal tersebut benar-benar menjadi dasar (underlying) dari suatu transaksi.
“Saya kepengin betul-betul yang pergi ke Pengadilan Pajak itu ya dispute-nya adalah dispute treatment. Penyelesaian juga lebih cepat. Kemudian, resources yang dibutuhkan kedua belah pihak pun juga akan lebih ringkas, lebih efisien,” jelas Suryo.
Selain mengenai sengketa pajak, ada pula ulasan terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Ada juga bahasan terbitnya Perpres 56/2024 yang mengubah Perpres 159/2014 tentang Pengesahan Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan salah satu langkah yang ditempuh untuk mengurangi sengketa terkait dengan uji bukti adalah menyangkut pemeriksaan. Ditjen Pajak (DJP), sambungnya, akan membuat model pemeriksaan yang lebih sederhana.
“Ke depan saya kepengin model pemeriksaan yang lebih sederhana. Ujungnya tadi, pemeriksaan sederhana dan dispute-nya ke arah treatment [pemahaman policy yang berbeda] atau mungkin adu bukti yang betul-betul menjadi underlying dari suatu transaksi,” ujar Suryo. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti Perpres 56/2024 diterbitkan agar Indonesia bisa memberikan dan meminta bantuan penagihan pajak untuk negara atau yurisdiksi mita terkait utang pajak penghasilan (PPh).
"Nantinya akan ada ketentuan turunan dari perpres tersebut,” kata Dwi. Simak ‘Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak’. (Kontan/DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan rancangan peraturan pemerintah (RPP) mengenai perlakuan PPh atas penghasilan dari penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) pada instrumen moneter/keuangan tertentu akan segera terbit.
Sri Mulyani mengatakan RPP tersebut akan mengatur insentif PPh atas penghasilan DHE SDA yang ditempatkan di berbagai instrumen, tidak hanya deposito. Saat ini, PP 123/2015 baru mengatur insentif pajak atas penempatan DHE SDA dalam instrumen deposito.
"Kalau tadinya hanya deposito, maka nanti akan diaturnya adalah perluasan menjadi term deposit valas BI dan promissory notes LPEI, selain deposito. RPP ini saat ini sedang dalam proses administrasi penetapan,” kata Sri Mulyani. (DDTCNews/Kontan)
Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan upaya mencapai target pembangunan sangat tergantung pada kapasitas fiskal baik di level pusat maupun daerah. Sayangnya, local tax ratio kabupaten/kota secara nasional masih rendah yakni 0,51% pada 2021.
"Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber PAD (pendapatan asli daerah) belum mampu bahkan untuk pendanaan infrastruktur dan pelayanan dasar lainnya," katanya dalam Musrenbangnas 2024. (DDTCNews/Kontan)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia tumbuh 5,11% pada kuartal I/2024. Konsumsi rumah tangga tetap memberikan kontribusi terbesar, yakni 54,93%.Simak ‘Data BPS: Pengeluaran Pemerintah dan LNPRT Tumbuh Double Digit’.
"[Pertumbuhan ekonomi] Ini merupakan pertumbuhan kuartal I tertinggi sepanjang periode 2019 sampai dengan 2024," kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Kementerian Keuangan menetapkan tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Mei 2024 hingga 31 Mei 2024.
Terdapat 5 tarif bunga per bulan untuk sanksi administrasi, yaitu mulai dari 0,57% hingga 2,24%, atau lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang berlaku pada periode April 2024. Simak ‘Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Mei 2024, Cek Detailnya di Sini’. (DDTCNews)
DJP mencatat secara agregat, jumlah SPT Tahunan PPh yang telah disampaikan oleh wajib pajak hingga 30 April 2024 telah mencapai 73,61% atau 14,19 juta. Jumlah SPT Tahunan PPh tersebut tumbuh 7,15% jika dibandingkan periode yang sama dengan tahun lalu.
Meskipun tingkat kepatuhan tumbuh, Dwi menyebut DJP tetap harus berusaha mencapai target rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan pada tahun ini sebesar 83,2% dari jumlah wajib SPT sebanyak 19,2 juta. Target tersebut berlaku hingga akhir tahun 2024.
“Artinya jumlah wajib pajak yang harus lapor SPT Tahunan agar target terpenuhi adalah 16,09 juta SPT. Dengan dukungan semua pihak, kami yakin target tersebut dapat dicapai,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti. (DDTCNews) (kaw)