Pengunjung memilih buku di arena Bazar Buku Murah Lebaran Fair 2024 di halaman Perpusda Temanggung, Jawa Tengah, Senin (15/4/2024). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/YU
JAKARTA, DDTCNews - Hari Buku Sedunia atau World Book Day diperingati pada 23 April setiap tahunnya. Peringatan tersebut bermula dari inisiasi United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang menetapkan 23 April sebagai World Book Day.
Tanggal 23 April dipilih untuk menghormati sejumlah penulis tersohor. Penulis itu di antaranya William Shakespeare, Miguel de Cervantes, dan Inca Garcilaso de la Vega, yang wafat pada 23 April. Peringatan ini di antaranya dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan kekuatan magis buku.
“Banyak orang beralih ke buku untuk membantu mereka keluar dari lockdown dan mengatasi kecemasan. Buku memang memiliki kemampuan unik untuk menghibur dan mengajar. Buku adalah sarana untuk mengeksplorasi dunia di luar pengalaman pribadi kita melalui paparan penulis, ide, dan budaya yang berbeda,” tulis Dirjen UNESCO Audrey Azoulay, dikutip pada Selasa (23/4/2024).
Bicara soal buku, pemerintah telah memberikan beragam fasilitas perpajakan atas impor dan/atau penyerahan buku tertentu. Fasilitas perpajakan atas impor dan/atau penyerahan buku tersebut diatur dalam 3 payung hukum.
Pertama, PMK 103/2007. Beleid itu mengatur pembebasan bea masuk atas impor buku ilmu pengetahuan. Berdasarkan beleid tersebut, buku ilmu pengetahuan adalah buku-buku yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Secara lebih terperinci, buku ilmu pengetahuan yang bebas bea masuk itu meliputi buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya.
Namun, tidak semua buku dibebaskan dari bea masuk. Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) PMK 103/2007 pembebasan bea masuk tidak diberikan atas buku hiburan, buku roman popular, buku sulap, buku iklan, dan buku promosi suatu usaha.
Selain itu, pembebasan bea masuk tidak diberikan terhadap buku katalog di luar keperluan pendidikan, buku karikatur, buku horoskop, buku horror, buku komik, dan buku reproduksi lukisan.
Kedua, PMK 5/2020. PMK 5/2020 membebaskan pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan buku pelajaran umum dan agama serta kitab suci. Pembebasan PPN ini diberikan baik untuk orang pribadi atau pun badan yang mengimpor dan/atau menyerahkan buku pelajaran umum dan agama serta kitab suci.
Buku pelajaran umum yang dimaksud meliputi buku pendidikan atau buku umum yang mengandung unsur pendidikan. Adapun buku umum yang mengandung pendidikan dapat dibebaskan dari PPN sepanjang memenuhi persyaratan.
Persyaratan yang dimaksud, yakni tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila; tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antar golongan; tidak mengandung unsur pornografi; tidak mengandung unsur kekerasan; serta tidak mengandung ujaran kebencian.
PMK 5/2020 tidak hanya membebaskan PPN atas impor dan/atau penyerahan buku berbasis cetak. Lebih luas dari itu, buku berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala juga dapat dibebaskan dari pengenaan PPN.
Sebagai informasi, pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan buku bukanlah kebijakan baru. Kebijakan serupa sebelumnya sudah diatur dalam PMK 122/2013. Namun, beleid tersebut belum mencakup buku elektronik. Untuk itu, pemerintah merevisi PMK 122/2013 dengan PMK 5/2020.
Ketiga, PMK 34/2017 s.t.d.t.d PMK 41/2022. Pada dasarnya beleid tersebut menyatakan apabila PPN dibebaskan maka PPh Pasal 22 atas barang impor tersebut juga tidak dipungut. Untuk itu, suatu buku bisa saja memperoleh beragam fasilitas perpajakan mulai dari bebas bea masuk, PPN, dan PPh Pasal 22. (sap)