Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Melalui media sosial, Kring Pajak memberikan penjelasan mengenai kriteria piutang tidak tertagih yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Penjelasan dari contact center Ditjen Pajak (DJP) tersebut merespons pertanyaan dari warganet. Menurut Kring Pajak, piutang tak tertagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto sepanjang memenuhi kriteria Pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.
“Wajib pajak juga dapat melihat ketentuan lebih lanjut mengenai piutang tidak tertagih pada PMK-105/2009 s.t.d.t.d PMK-207/2015,” sebut Kring Pajak di media sosial, dikutip pada Jumat (19/4/2024).
Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) PMK 105/2009 s.t.d.t.d PMK 207/2015, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto sepanjang mampu memenuhi 3 persyaratan.
Pertama, telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial. Kedua, wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada DJP. Ketiga, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut:
Perlu dicatat, persyaratan pada poin ketiga yang bersifat opsional tersebut tidak berlaku bagi piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil dan debitur kecil lainnya.
Piutang yang tidak dapat ditagih kepada debitur kecil ialah piutang debitur kecil yang jumlahnya tak melebihi Rp100 juta, yang menjadi gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri. Misal, kredit usaha tani.
Sementara itu, piutang yang tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya ialah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp5 juta. (rig)