Ilustrasi. Petugas melayani warga saat membeli paket sembako murah di halaman masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Senin (4/3/2024). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat kenaikan inflasi dari 2,57% pada Januari menjadi 2,75% pada Februari 2024 disebabkan oleh kenaikan harga beras.
Beras selaku komoditas dengan bobot inflasi terbesar tercatat mengalami kenaikan harga secara gradual sejak 2023. Kenaikan harga disebabkan oleh produksi yang rendah akibat gangguan siklus tanam dan panen.
Guna meredam tren kenaikan harga beras pada Ramadan dan Idul Fitri 2024, pemerintah melakukan berbagai langkah antisipasi. "Pemerintah secara konsisten berupaya untuk menjaga ketersediaan pasokan," kata Kepala BKF Febrio Kacaribu, dikutip pada Selasa (5/3/2024).
Beberapa kebijakan yang hendak ditempuh untuk menstabilkan harga beras antara lain operasi pasar dan pasar murah, pemberian subsidi pupuk, percepatan penyaluran beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), percepatan impor, dan pembatasan pembelian ritel.
"Inflasi volatile food diharapkan dapat kembali menurun hingga di bawah 5% untuk mendukung pencapaian sasaran pemerintah tahun 2024," ujar Febrio.
Sebagai informasi, inflasi pada komponen harga pangan bergejolak (volatile food) tercatat mencapai 8,47% pada Februari 2024 akibat kenaikan harga beras, cabai merah, telur ayam ras, daging ayam ras, dan kentang.
Komoditas pangan yang mengalami deflasi dan mampu menahan laju inflasi komponen volatile food antara lain bawang merah, tomat, dan cabai rawit.
Meski inflasi komponen volatile food tercatat tinggi, inflasi inti dan inflasi harga diatur pemerintah (administered price) masih terjaga pada level 1,68% dan 1,67%. Namun, inflasi administered price berpotensi naik akibat kenaikan tarif transportasi pada masa mudik Lebaran. (rig)