Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - PMK 168/2023 sudah memuat mekanisme jika PPh Pasal 21 yang telah dipotong (dengan tarif efektif rata-rata/TER) pada masa pajak selain masa pajak terakhir ternyata lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang selama 1 tahun pajak/bagian tahun pajak.
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Ditjen Pajak (DJP) Giyarso mengatakan dalam kondisi tersebut, sesuai dengan ketentuan PMK 168/2023, pemotong pajak wajib mengembalikan kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong kepada pegawai.
“Kalau memang lebih bayar, sesuai dengan PMK ini, ada kewajiban bagi pemotong untuk mengembalikan ke pegawai yang bersangkutan. Dikembalikan langsung,” ujarnya, dikutip pada Selasa (6/2/2024).
Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) PMK 168/2023, kelebihan PPh Pasal 21 dikembalikan beserta dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir. Adapun PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah tidak termasuk yang dikembalikan.
Sejalan dengan hal tersebut, Giyarso mengatakan pihak pemotong pajak memiliki hak untuk mengompensasi kelebihan PPh Pasal 21 tersebut ke masa pajak berikutnya. Menurutnya, mekanisme ini lebih sederhana.
“Terjadi lebih bayar ya kompensasi ke masa pajak berikutnya. Secara sistem lebih sederhana daripada dia harus minta [restitusi] ke negara, SPT Tahunan statusnya LB (lebih bayar), diperiksa. … Mekanismenya sudah sangat gampang, tinggal diberikan, kemudian kitab isa kompensasi,” ujar Giyarso.
Potensi lebih bayar PPh Pasal 21 tersebut, sambungnya, bisa terjadi pula untuk wajib pajak yang berhenti bekerja sebelum masa pajak Desember. Potensi itu juga bisa dialami oleh wajib pajak yang bekerja setelah Januari.
Sesuai dengan Pasal 21 ayat (3) PMK 168/2023, jika pada suatu masa pajak terjadi kelebihan penyetoran pajak terutang, kelebihan itu dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa.
“Dalam hal terdapat kelebihan penyetoran pajak pada pembetulan SPT Masa, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 … yang terutang pada bulan-bulan berikutnya, tanpa harus berurutan,” bunyi penggalan Pasal 21 ayat (4) PMK 168/2023. (kaw)