Capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kedua kiri), Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (ketiga kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (ketiga kanan), serta Capres-Cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kedua kanan) dan Mahfud MD (kanan) berfoto usai debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
JAKARTA, DDTCNews - Pengembangan teknologi dan informasi menjadi salah satu subtema yang dibahas dalam debat kelima capres-cawapres 2024, Minggu (4/2/2024).
Pada debat tersebut, moderator Andromeda Mercury membacakan pertanyaan mengenai strategi pasangan calon dalam menciptakan kedaulatan teknologi informasi Indonesia. Pasalnya, impor ponsel pada 2023 tercatat mencapai Rp30 triliun, sedangkan investasi untuk membangun pabrik ponsel hanya sekitar Rp500 miliar.
"Apa langkah strategis paslon membangun kedaulatan manufaktur telekomunikasi dan teknologi informasi di Indonesia?" katanya saat membacakan pertanyaan kepada capres Anies Baswedan, dikutip pada Senin (5/1/2024).
Mendapat pertanyaan tersebut, Anies menyebut Indonesia tidak boleh tertinggal di tengah kemajuan sistem telekomunikasi dan teknologi informasi yang berkembang pesat. Untuk mencapainya, dia pun menawarkan 2 gagasan.
Pertama, peningkatan kualitas manusia dan inovasi di sektor teknologi informasi dengan cara berpasangan (pairing) dan mendatangkan pakar agar dapat melakukan alih teknologi bersama-sama. Kedua, memprioritaskan investasi yang masuk dalam bentuk padat karya yang didukung dengan perbaikan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi.
Strategi kedua ini juga akan menciptakan banyak lowongan kerja untuk masyarakat lokal.
Secara umum, dia memandang penciptaan kedaulatan teknologi informasi juga perlu memperhatikan 3 aspek fundamental yaitu akses, kecepatan, dan keamanan.
"Hal yang tidak kalah penting terkait dengan pembangunan ini adalah perlindungan atas hak intelektual, yang nanti akan terkait dengan industri manufaktur yang terkait di sini," ujarnya.
Menanggapi jawaban Anies, capres Prabowo Subianto menyatakan memiliki rencana solutif. Apabila kebutuhan investasi pabrik ponsel hanya Rp500 miliar, artinya perlu kehendak politik dari negara untuk segera membangun pabrik tersebut.
Kemudian, persoalan teknologi juga selalu berurusan dengan sumber daya manusia sehingga negara perlu memberikan banyak beasiswa untuk mendidik generasi mudah di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika.
"Ini sangat mutlak, baru kita bisa bersaing. Kalau kita tidak punya awaknya, bagaimana? Jadi program kami memberi beasiswa. Tadi saya sudah katakan 10.000 [beasiswa] kedokteran, 10.000 di bidang sains, teknologi, engineering, dan mathematics," katanya.
Adapun capres Ganjar Pranowo, menjelaskan Indonesia sebetulnya telah memiliki industri swasta untuk gawai yang lokasinya di Semarang, Jawa Tengah. Pabrik tersebut mampu menghasilkan produk gawai yang murah, tetapi belum masuk dalam sistem pengadaan barang pemerintah e-Katalog.
Kemudian, negara dapat memberikan penugasan kepada BUMN PT Len Industri (Persero) untuk memproduksi ponsel dengan harga terjangkau. Terakhir, pemerintah dapat mendorong kolaborasi antara industri dalam negeri dengan produsen gawai di dunia untuk membangun pabrik di Indonesia.
"Di India pernah dilakukan. Sehingga apa? Transformasi pengetahuannya, teknologinya, semua akan bisa dilakukan dan kita akan mendapatkan nilai tambah. Gain kita akan ditambahkan di situ," ujarnya.
Merespons tanggapan dari 2 capres lainnya, Anies pun menilai pendekatannya kolaboratif dapat menjadi solusi menciptakan kedaulatan teknologi informasi. Menurutnya, negara perlu menjalankan perannya sebagai regulator dan memberikan ekosistem yang sehat bagi industri teknologi informasi.
Kebijakan yang ditempuh untuk melaksanakan peran tersebut juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan pelaku industri, baik BUMN maupun sektor swasta.
"Tanya apa yang dibutuhkan dari negara? Yang dibutuhkan apakah perizinan? Apakah dana? Apakah keleluasaan pajak? Semua yang menjadi kebutuhan diberikan tapi pelakunya tetap swasta ataupun BUMN," katanya. (sap)