Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji dalam Broadcash yang disiarkan oleh Bisnis.com.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dipandang perlu membuat definisi yang lebih jelas mengenai hiburan-hiburan tertentu yang dikenai pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) dengan tarif sebesar 40% hingga 75%.
Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan secara umum tarif PBJT yang berlaku atas jasa hiburan adalah sebesar 10%. Namun, ada segelintir hiburan tertentu yang dikenai pajak dengan tarif lebih tinggi dengan tujuan untuk mengendalikan konsumsinya.
"Yang menurut saya juga perlu dilihat adalah ketika kita ingin mengubah behavior, apakah definisinya sudah tepat?" ujar Bawono dalam Broadcash yang disiarkan oleh Bisnis.com, Jumat (19/1/2024).
Dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), tarif PBJT sebesar 40% hingga 75% diberlakukan atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.
Namun, UU HKPD tidak memberikan penjelasan tentang alasan kelima jenis jasa hiburan tersebut perlu dikelompokkan dalam kategori yang sama dan dikenai tarif lebih tinggi.
"Contohnya karaoke, apakah karaoke selalu terasosiasi dengan kegiatan dewasa? Belum tentu. Spa misalkan, itu sesuatu yang sifatnya lebih ke kesehatan," ujar Bawono.
Tiadanya definisi yang klir dalam UU HKDP perlu diberikan kejelasan oleh pemerintah. Definisi yang pasti diperlukan agar terdapat kejelasan mengenai apa yang sesungguhnya hendak disasar oleh pemerintah dari tarif PBJT yang lebih tinggi ini.
Ketiadaan definisi yang jelas juga membuka ruang bagi pelaku usaha untuk melakukan tax planning. "Pada sisi lain, bisa malah ada tax planning. Supaya saya bisa menghindari ruang lingkup tersebut, saya masuk deh seolah-olah, misal berkedok yang lain, panti pijat misalnya. Supaya tarifnya turun," ujar Bawono.
Terlepas dari polemik tingginya tarif PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, secara rata-rata tarif pajak atas hiburan sesungguhnya sudah menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan sebelumnya.
Dalam undang-undang sebelumnya, yakni UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemda dapat mengenakan pajak hiburan hingga 35%. Pajak hiburan sebesar 75% juga bisa dikenakan atas hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa.
Dengan hadirnya UU HKPD, tarif pajak atas jasa hiburan dibatasi maksimal hanya sebesar 10%. Tarif tinggi sebesar 40% hingga 75% hanya berlaku atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
"Secara umum pajak hiburan itu tarifnya turun dari tarif atas 35% menjadi 10%, termasuk konser, pameran, dan bioskop itu turun. Jadi yang kita bicarakan 40% hingga 75% ini tax base-nya sedikit. Memang ada daerah yang basisnya banyak, mungkin daerah wisata. Ini yang mungkin butuh local wisdom pemda masing-masing," ujar Bawono.
Tayangan lengkap siniar Broadcash Bisnis.com dengan Bawono Kristiaji bisa disimak melalui video di bawah ini. (sap)