Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Laporan belanja perpajakan yang dirilis oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) kali ini turut memuat proyeksi estimasi belanja perpajakan hingga 3 tahun ke depan (t+3).
Menurut BKF, Laporan Belanja Perpajakan 2022 turut memuat proyeksi belanja perpajakan hingga 2025 guna memenuhi rekomendasi yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Reviu Transparansi Fiskal 2023 dan menyesuaikan dengan praktik umum di negara-negara lain.
"Metode proyeksi yang digunakan menyesuaikan dengan ketersediaan data, jenis data dan metodologi estimasi tahun-tahun sebelumnya. Metode proyeksi yang digunakan beragam antarfasilitas dan jenis pajak," tulis BKF, dikutip Senin (18/12/2023).
Contoh, insentif pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan barang/jasa lainnya diproyeksikan dengan cara menumbuhkan tingkat konsumsi akhir atas barang/jasa selaras dengan tingkat pertumbuhan PDB subsektor barang/jasa tersebut.
Untuk insentif PPh, proyeksi dilakukan menggunakan metode forecast linear ataupun menggunakan metode moving average berdasarkan data historis yang tersedia.
Secara umum, BKF memproyeksikan belanja perpajakan pada 2023 akan mencapai Rp352,8 triliun, tumbuh 9% bila dibandingkan dengan belanja perpajakan pada 2022 yang diestimasikan senilai Rp323,5 triliun.
Pada 2024, belanja perpajakan diproyeksikan akan mencapai Rp374,5 triliun, tumbuh 6,1% bila dibandingkan dengan proyeksi 2023. Adapun belanja perpajakan pada 2025 diproyeksikan akan mencapai Rp421,7 triliun, tumbuh 12,6% dalam setahun.
Untuk diketahui, setidaknya terdapat 3 catatan yang diberikan oleh BPK atas laporan belanja perpajakan yang dirilis oleh pemerintah setiap tahun.
Pertama, pemerintah dipandang belum menetapkan target dan jumlah dan batas belanja perpajakan dalam dokumen anggaran. Akibatnya, belum ada pengendalian atas jumlah belanja perpajakan.
Kedua, pemerintah belum melakukan evaluasi secara menyeluruh guna memonitor keberhasilan belanja perpajakan dalam mencapai tujuannya. Ketiga, laporan belanja perpajakan perlu memuat proyeksi hingga 3 tahun ke depan sebagai bentuk pengendalian. (sap)