Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi dalam konferensi pers.
JAKARTA, DDTCNews - Penerapan PMK 96/2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman bakal dipercepat mulai 17 Oktober 2023. Beleid tersebut akan menggantikan PMK 199/2019.
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan implementasi peraturan mengenai barang kiriman tersebut memang lebih cepat dari amanat PMK 96/2023, yakni 60 hari sejak diundangkan. Karena diundangkan pada 18 September 2023, semestinya PMK 96/2023 mulanya berlaku per 17 November 2023. Oleh karena itu, Kemenkeu juga segera menerbitkan revisi PMK 96/2023.
"Perlu dilakukan revisi PMK 96/2023 dan ini sudah proses harmonisasi. Insyaallah dalam waktu dekat, sebelum diberlakukannya per 17 Oktober, ini sudah akan dikeluarkan revisi tentang pemberlakuan PMK 96/2023," katanya, Kamis (12/10/2023).
Fadjar mengatakan percepatan implementasi PMK 96/2023 dilaksanakan sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam hal ini, Jokowi menginstruksikan adanya kebijakan mengendalikan lonjakan impor barang konsumsi, yang mayoritas dikirimkan melalui mekanisme barang kiriman dengan nominal kecil.
Dia memaparkan statistik barang kiriman yang diberitahukan menggunakan consignment note (CN) telah mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa waktu terakhir. CN merupakan dokumen perjanjian pengiriman barang antara pengirim barang dengan penyelenggara pos untuk mengirimkan barang kiriman kepada penerima barang.
Pada 2018, jumlah dokumen CN yang masuk mencapai 19,6 juta atau lebih dari 3 kali lipat dari posisi 2017 sebanyak 6,1 juta. Pada 2019, dokumen CN yang masuk bahkan mencapai 71,5 juta atau 3,6 kali lipat dari posisi 2018. Sementara pada 2020-2022, dokumen CN yang masuk konsisten di kisaran 61 juta.
Di sisi lain, devisa impor barang kiriman justru menunjukkan tren penurunan. Misalnya pada 2019 angkanya mencapai US$1,06 miliar, tetapi konsisten turun menjadi US$811 juta pada 2020, US$749,2 juta pada 2021, dan US$703 juta pada 2022.
Kondisi serupa juga terjadi pada penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas impor barang kiriman ini. Penerimaan bea masuk dan PDRI sempat mencapai Rp2,9 triliun pada 2019, tetapi berangsur turun menjadi Rp2,29 triliun pada 2020, Rp2,13 triliun pada 2021, dan Rp2,11 triliun pada 2022.
Nilai pabean barang kiriman juga mayoritas di bawah FOB US$3, yakni 68,25% dari total barang kiriman pada 2021, serta meningkat menjadi 75,65% pada 2022.
Menurutnya, sebagian besar barang kiriman tersebut adalah hasil perdagangan penyelenggaraan perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce. Dari total barang kiriman, sekitar 90% merupakan hasil perdagangan PPMSE.
Meski dilakukan percepatan, Fadjar menegaskan kesiapan sistem DJBC untuk mengimplementasikan PMK 96/2023. Selain itu, DJBC juga telah melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha, terutama penyelenggara pos dan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE).
"Yang pasti dengan percepatan pemberlakuan menjadi 17 Oktober, tidak akan mengurangi layanan kepada pelaku usaha," ujarnya. (sap)