Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia dalam Rapat Kerja Tingkat I dengan Pemerintah yang diwakili oleh Menpan-RB, Menkeu, Mendagri, dan Menkumham. Raker tersebut membahas mengenai Pembicaraan tingkat I Pengambilan Keputusan terkait RUU tentang ASN di Ruang Rapat Komisi II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2023). (foto : DPR/Geral/Man)
JAKARTA, DDTCNews – Komisi II DPR menyepakati Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang disusun dan disampaikan oleh pemerintah.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Komisi II DPR sepakat untuk membahas RUU ASN secara lebih lanjut pada tingkat II dalam rangka pengambilan keputusan melalui rapat paripurna.
"Kami setujui RUU ini menjadi keputusan di tingkat I dan kemudian disampaikan ke rapat paripurna untuk diteruskan pengambilan keputusan pada tingkat II," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia dalam rapat, dikutip pada Rabu (27/9/2023).
RUU ASN diharapkan menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer. Nanti, pemerintah bakal menyiapkan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur teknis peralihan tenaga honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
"Di awal masa sidang berikutnya agenda utama Komisi II adalah rapat kerja yang mungkin dilalui dengan rapat konsinyering dengan pemerintah untuk brainstorming yang kemudian memberikan masukkan terhadap rancangan PP itu," ujar Doli.
Namun, perlu dicatat, pemerintah dan DPR tidak mampu mencapai kesepakatan soal PPPK paruh waktu. Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas menjelaskan frasa PPPK paruh waktu tidak bisa dimasukkan dalam RUU ASN karena bersifat terlalu teknis.
"Pencantuman paruh waktu dalam RUU ini perlu ditinjau ulang karena kaitannya dengan semangat yang dibangun, yakni untuk menciptakan produk hukum yang tidak mudah diubah-ubah dalam jangka panjang," tuturnya.
Anas menuturkan frasa paruh waktu adalah strategi untuk menyelesaikan tenaga honorer yang di dalamnya memiliki keterkaitan aspek-aspek teknis seperti jam kerja pegawai.
"Oleh karenanya, sangat besar kemungkinannya untuk dilakukan penyesuaian di masa mendatang sejalan dengan tantangan dan perkembangan zaman. Pengaturan PPPK yang bisa bekerja secara paruh waktu sebaiknya diatur dalam PP," katanya.
Untuk diketahui, nomenklatur PPPK paruh waktu atau part time sempat ditawarkan DPR dalam rangka mencegah terjadinya PHK massal atas 2,3 juta tenaga honorer di pusat dan daerah.
Opsi tersebut dipertimbangkan mengingat instansi dilarang mempekerjakan tenaga honorer mulai 28 November 2023.
Kala itu, tenaga honorer sempat dipertimbangkan untuk diangkat menjadi PPPK part time atau full time dengan mempertimbangak tugas yang diberikan oleh pimpinan di instansi yang bersangkutan. (rig)