Ilustrasi.
SURABAYA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan telah menyelesaikan draf rancangan PMK (RPMK) mengenai ketentuan kepabeanan atas impor barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI).
Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan RPMK tersebut memuat fasilitas impor barang kiriman yang diberikan untuk PMI. Meski demikian, lanjutnya, penerbitan RPMK ini harus menunggu peraturan menteri perdagangan mengenai tata niaganya.
"Dari kami prinsipnya secepatnya. Apa yang kami tunggu saat ini? Bahwa pemberlakuan PMK ini harus sejalan dengan kebijakan terkait pemasukan barang dari Kementerian Perdagangan," katanya, Selasa (12/9/2023).
Chotibul mengatakan RPMK soal ketentuan kepabeanan atas impor barang kiriman PMI disusun sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap PMI. Pasalnya, PMI telah memberikan devisa berupa remitansi yang bernilai ratusan triliun.
Dia menjelaskan pemerintah ingin memberikan fasilitas agar pekerja migran dapat dengan mudah mengirimkan barang untuk keluarga di kampung halaman. Dalam RPMK, akan diatur pemberian pembebasan bea masuk atas 3 kali pengiriman masing-masing US$500 dengan total US$1.500 per tahun, bagi PMI resmi dan terdaftar di Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Sementara itu, fasilitas pembebasan bea masuk bagi PMI yang hanya terdaftar di Kementerian Luar Negeri tetapi tidak terdata di BP2MI, hanya diberikan atas 1 kali pengiriman senilai US$500 per tahun.
"Dengan diberi fasilitas [pembebasan bea masuk] lebih, mereka akan tetap terdaftar di BP2MI," ujarnya.
Adapun untuk PMI yang tidak resmi (undocumented), Chotibul menyebut tidak akan diberikan pembebasan bea masuk untuk barang kiriman.
Fasilitas pembebasan bea masuk atas barang kiriman PMI pada RPMK ini lebih besar dari impor barang kiriman reguler sebagaimana diatur dalam PMK 199/2019. Beleid tersebut menyatakan bea masuk tidak dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai barang maksimal US$3. (sap)