Ilustrasi. Pekerja mengangkut buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara II, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (2/6/2023). ANTARA FOTO/Yudi/Ief/nz
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perdagangan menaikkan tarif bea keluar yang dikenakan atas ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) menjadi US$33 per metric ton (MT) dari 2 pekan sebelumnya senilai US$18 per MT.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso mengatakan harga referensi minyak kelapa sawit pada periode 16-31 Juli 2023 senilai US$791,2 per metric ton atau menguat 5,86% dari periode 1-15 Juli 2023.
"Merujuk pada PMK yang berlaku saat ini maka pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar US$33 per MT dan pungutan ekspor CPO sebesar US$85 per MT untuk periode 16-31 Juli 2023," katanya, dikutip pada Sabtu (15/7/2023).
Budi menuturkan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi peningkatan harga referensi CPO di antaranya indikasi penguatan ekspor dibandingkan dengan periode Mei lalu, terutama dari Malaysia. Kondisi itu tidak diimbangi dengan peningakatan produksi di Malaysia.
Sementar faktor lain yang memengaruhi kenaikan harga referensi CPO adalah peningkatan harga minyak kedelai.
Harga referensi sudah tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1157/2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Tarif bea keluar CPO periode 16-31 Juli 2023 ini merujuk pada kolom angka 3 lampiran huruf C PMK 123/2023.
Tarif bea keluar atas ekspor CPO pada periode 16-31 Juli 2023 memang lebih tinggi ketimbang periode 1-15 Juli 2023. Pada saat itu, dengan harga referensi CPO berada di level US$747,23 per MT, tarif bea keluar yang dikenakan yakni hanya US$18 per MT.
Melalui PMK 123/2022, kini diatur harga referensi CPO di atas US$680 bakal kena bea keluar, lebih rendah dari ketentuan yang lama senilai US$750. PMK 123/2022 merevisi acuan rentang harga referensi CPO, dari yang sebelumnya diatur dalam PMK 98/2022.
Revisi itu dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harga CPO di pasar global serta mendukung kebijakan hilirisasi. (sap)