Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Modus ketidakpatuhan wajib pajak turut menjadi variabel yang digunakan oleh kantor pelayanan pajak (KPP) dalam menyusun daftar sasaran prioritas penggalian potensi (DSP3).
Identifikasi modus ketidakpatuhan diperlukan untuk membantu pemeriksa pajak dalam menentukan cakupan pemeriksaan, menentukan kedalaman pemeriksaan, dan memudahkan pemeriksa dalam membuat audit plan dan audit program.
"DSP3 adalah daftar wajib pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan," bunyi Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ/2018, dikutip pada Senin (12/6/2023).
Modus ketidakpatuhan yang dimaksud antara lain, pertama, tidak melaporkan omzet yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Sejumlah modus yang dimaksud anatara lain melaporkan penghasilan sebagai utang, menurunkan harga jual dari yang sebenarnya, tidak melaporkan kuantitas penjualan yang sebenarnya, melakukan penjualan off-balance sheet, dan tidak melaporkan pembelian sehingga HPP dan omzet menjadi lebih rendah dari aslinya.
Kedua, modus ketidakpatuhan yang menjadi variabel penyusunan DSP3 adalah pembebanan biaya dengan cara yang tidak seharusnya.
Modusnya antara lain, membuat bukti potong tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, pembebanan jasa antarperusahaan afiliasi, pencadangan tidak sesuai ketentuan perpajakan, pembebanan tidak sesuai dengan ketentuan 3M, dan pengkreditan pajak masukan atau biaya yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya.
Ketiga, wajib pajak tidak mematuhi ketentuan PPN dengan cara melaporkan penjualan sebagai ekspor, menggunakan data faktur pajak dengan pembeli tidak ber-NPWP, atau melakukan transaksi yang tidak sebenarnya dan tidak sesuai dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan.
Keempat, wajib pajak melakukan aggressive tax planning yang diindikasikan dengan debt to equity ratio (DER) di atas 4 banding 1, memiliki controlled foreign company (CFC), atau terindikasi memiliki risiko transfer pricing.
Risiko transfer pricing yang dimaksud antara lain wajib pajak memiliki transaksi dengan lawan transaksi yang menerapkan tarif pajak efektif lebih rendah, melakukan reinvoicing, memiliki nilai transaksi afiliasi yang signifikan, performa keuangan berbeda dengan performa keuangan industri, atau merugi selama 3 tahun pajak dalam jangka waktu 5 tahun.
Kelima, wajib pajak bakal dipertimbangkan untuk masuk dalam DSP3 jika terindikasi melakukan treaty abuse dengan cara melakukan transaksi yang tidak memiliki substansi dengan tujuan untuk memperoleh manfaat P3B.
Keenam, wajib pajak tidak melaporkan nilai pengalihan harta yang sebenarnya dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Ketujuh, wajib pajak tidak melaporkan nilai perolehan atau nilai penjualan yang sebenarnya ketika melakukan tukar-menukar harta. (sap)