Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
JAKARTA, DDTCNews – Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2019. Ekonomi yang cenderung melemah menjadi penyebab utama koreksi dari bank sentral.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan proyeksi awal otoritas moneter untuk pertumbuhan ekonomi pada periode Juli-September 2019 sebesar 5,1%. Namun, dengan perkembangan terkini, laju pertumbuhan diprediksi tidak mampu mencapai prediksi tersebut.
“Dari pemantauan indikator cenderung, pada Q3 2019, [pertumbuhan ekonomi] akan sekitar 5,05%,” katanya di Kantor BI, Kamis (24/10/2019).
Lebih lanjut, Perry menyebutkan secara keseluruhan tahun, ekonomi nasional tahun ini akan tumbuh di bawah 5,2%. Faktor penopang pertumbuhan masih berada di pos konsumsi rumah tangga dan kegiatan investasi.
Perry menjelaskan kebijakan moneter saja tidak cukup untuk meningkatkan gerak pertumbuhan perekonomian. Menurutnya, bauran kebijakan fiskal dan sektor jasa keuangan dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
“Jika hanya mengandalkan suku bunga saja memang tidak akan efektif. Butuh makroprudensial, koordinasi dengan OJK, dan pemerintah dengan kebijakan fiskal,” paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 23 - 24 Oktober 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5%. Otoritas moneter juga memangkas suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,75%.
Terkait dengan kebijakan fiskal, Perry menyebut ada beberapa saluran yang bisa dilakukan. Stimulus dapat berasal dari kegiatan belanja pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan juga bisa melakukan stimulus lewat kebijakan perpajakan.
Selain itu, langkah pemerintah yang akan melakukan deregulasi lewat omnibus law juga mendapat apresiasi dari BI. Pilihan kebijakan tersebut dapat meningkatkan minat pelaku usaha untuk berinvestasi di Tanah Air.
“Stimulus fiskal dapat dilakukan antara lain dengan kebijakan belanja bantuan sosial dan juga lewat kebijakan perpajakan,” imbuhnya. (kaw)