Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan telah merilis beleid penyesuaian harga jual eceran (HJE) dan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Estimasi kenaikan penerimaan sebagai efek forestalling dari kenaikan tarif cukai masih akan dihitung Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengaku akan menindaklanjuti efek kenaikan tarif cukai pada aksi pemborongan pita cukai oleh perusahaan rokok di akhir tahun. Dia mengaku tengah menghimpun data untuk melihat seberapa banyak pergerakan pelaku usaha menyikapi kenaikan tarif.
“Belum, masih harus dilihat datanya dulu,” katanya di Kantor Kemenkeu, Rabu (23/10/2019).
Heru menyebut terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.152/PMK.010/2019 memberikan kepastian kepada pengusaha terkait beban cukai yang akan memengaruhi kegiatan bisnis. Oleh karena itu, aksi pemborongan pita cukai masih harus ditelisik lebih lanjut oleh otoritas.
Dalam beleid tersebut, pita cukai yang telah dipesan dengan tarif lama tetap dapat dilekatkan paling lambat sampai dengan 1 Februari 2020. Dengan demikian, pelaku usaha masih bisa membeli pita cukai dan menikmati tarif yang lama hingga satu bulan awal pada tahun depan.
Di sisi lain, dalam PMK No.57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai Untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai, mewajibkan pelunasan pemesanan pita cukai pada tahun fiskal yang sama.
Hal tersebut termaktub dalam Pasal 31 poin C yang mengatur jika pemesanan pita cukai diajukan sebelum 1 Desember 2019 yang jatuh tempo Penundaan melewati tanggal 31 Desember 20 19, jatuh tempo penundaan ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2019.
Dengan demikian, bagi pelaku usaha yang ingin memborong pita cukai pada tahun ini – sehingga bisa menikmati tarif cukai yang lama hingga 1 Februari 2020 – harus mempertimbangkan cashflow karena pelunasan tidak bisa ditunda hingga tahun depan.
Seperti diketahui, penyesuain tarif CHT dalam PMK No.152/2019 mengerek naik rata-rata tertimbang sebesar 23%. Kenaikan tertinggi berlaku untuk rokok jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan II. Kelompok hasil tembakau dengan HJE paling rendah Rp1.015 sampai Rp1.485 dikenakan tarif Rp470 atau naik sebesar 32,39%.
Selanjutnya, SPM golongan II dengan harga jual eceran lebih dari Rp1.485 dikenakan tarif cukai untuk setiap batang atau gram sebesar Rp485. Golongan SPM ini mencatat kenaikan sebesar 31,08%. (kaw)