Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) belum menggunakan data yang didapat dari implementasi automatic exchange of information (AEoI) hingga akhir Mei 2019. Otoritas menegaskan pengolahan data tersebut tidak semudah yang dibayangkan.
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan terdapat sejumlah mekanisme yang harus dipatuhi oleh setiap otoritas agar mendapatkan dan memanfaatkan data hasil AEoI. Setiap tahapan, sambungnya, harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Global Forum on Transparency and Exchange of Information.
“Data berupa informasi keuangan yang diperoleh dari pertukaran informasi secara otomatis pada tanggal 30 September 2018 harus diproses dalam beberapa tahap,” katanya kepada DDTCNews, Rabu (29/5/2019).
Salah satu tahapan tersebut adalah penyesuaian laporan dengan common reporting standard (CRS). Standar pelaporan umum ini, menurut John, berisikan data pelaporan, identifikasi rekening keuangan, dan pertukaran informasi yang dilakukan melalui perjanjian internasional.
Selain itu, pelaksanaan pertukaran informasi dan penggunaan data juga harus memperhatikan aspek kerahasian. Hal ini penting untuk menjamin hak wajib pajak terpenuhi. Hal tersebut juga menyangkut kredibilitas otoritas dalam menjaga kerahasiaan data yang diperoleh.
“Selain harus sesuai CRS, standar pajak internasional, dengan memperhatikan aspek safeguard and confidentiality,” paparnya.
Seperti diketahui, terkait skema AEoI, DJP sudah mengirim laporan keuangan wajib pajak luar negeri kepada 54 negara mitra pada tahun lalu. Secara bersamaan, DJP juga sudah menerima laporan keuangan WNI dari 66 negara mitra.
Jumlah tersebut akan naik pada tahun ini dengan kewajiban otoritas pajak mengirim laporan keuangan WP luar negeri kepada 81 negara atau yurisdiksi. DJP akan menerima laporan keuangan WNI di luar negeri dari 94 yurisdiksi. (kaw)