PEREKONOMIAN INDONESIA

Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh Ajek 5% Tahun Ini

Redaksi DDTCNews
Rabu, 13 Februari 2019 | 16.33 WIB
Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh Ajek 5% Tahun Ini

Faisal Basri. 

JAKARTA, DDTCNews – Perekonomian nasional diprediksi akan tetap tumbuh positif pada tahun ini, jauh dari narasi stagnasi ekonomi yang tengah ramai menjadi komoditas politik.

Hal ini diungkapkan oleh ekonom senior Faisal Basri. Dia memproyeksi perekonomian Indonesia pada 2019 akan tetap tumbuh. Pertumbuhannya diprediksi memiliki kecenderungan naik meskipun masih akan berada di kisaran 5%.

“Di tahun ini masih akan lumayan walaupun tren dunia menurun. Namun, ajek saja di kisaran 5%,” katanya dalam seminar ‘Market Outlook 2019’, Rabu (13/2/2019).

Perekonomian nasional, lanjut Faisal, memang akan menghadapi tantangan yang tidak mudah pada tahun depan. Perlambatan ekonomi global diperkirakan akan memengaruhi kinerja perekonomian domestik. Dengan demikian, risiko perlambatan perekonomian di dalam negeri masih ada.

Dalam APBN 2019, pertumbuhan ekonomi diasumsikan sebesar 5,3%. Hitung-hitunga Faisal, laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini akan berkisar di angka 5% atau lebih rendah dari capaian tahun lalu yang mampu tumbuh 5,17%. Sejumlah faktor memainkan peran penting.

“Faktor ancaman resesi ekonomi AS pada 2020 dan perlambatan ekonomi China menjadi sebab. Penyebab paling utama dari China karena pasar eskpor terbesar kita ke sana,” tandasnya.

Faktor lain yang juga akan mempengaruhi kinerja adalah mulai meladainya harga komoditas di pasar internsional. Fenomena ini akan mengurangi setoran negara, baik pajak maupun nonpajak. Efek windfall harga komoditas seperti tahun lalu diprediksi tidak akan terulang pada 2019.

Dengan demikian, kebijakan fiskal harus dikelola dengan cermat di tahun ini. Bila tidak, shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan negara bisa bertambah lebar.

“Lupakan windfall seperti penerimaan bukan pajak di 2018. Di tahun 2019 kecenderungannya netral, ada tekanan namun kecil dan bonusnya pun kecil karena windfall dari harga komoditas cenderung flat," imbuhnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.