Menko Perekonomian Darmin Nasution
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan meratifikasi tujuh perjanjian perdagangan internasional. Penetapan ratifikasi akan dilakukan melalui Peraturan Presiden.
Berdasarkan informasi dari Kemenko Perekonomian, ketujuh perjanjian perdagangan internasional (PPI) ini secara bertahap disampaikan ke DPR lebih dari 60 hari yang lalu. Keputusan akan merujuk pada Undang-Undang (UU) No.7/2014 tentang Perdagangan.
Berdasarkan ketentuan, jika DPR tidak mengambil keputusan dalam waktu paling lama 60 hari kerja pada masa sidang maka pemerintah dapat memutuskan perlu atau tidaknya persetujuan dari anggota dewan tersebut.
Dalam rapat koordinasi pada Rabu (7/11/2018), Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan keputusan diambil karena adanya beberapa risiko yang dapat merugikan Indonesia jika ratifikasi 7 PPI itu tidak segara diselesaikan.
“Keputusan ini juga diambil mengingat pentingnya penandatanganan perjanjian-perjanjian tersebut. Saya akan segera lapor pada Presiden dengan membawa draf Perpres yang sudah siap,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Kemenko Perekonomian, Kamis (8/11/2018).
Adapun ketujuh PPI yang telah disampaikan kepada DPR adalah:
Jika tidak meratifikasi AITISA, misalnya, Indonesia tidak dapat mengakses pasar tenaga kerja profesional di sektor konstruksi, travel, komunikasi, jasa bisnis lainnya (posisi high & middle management), serta jasa rekreasi unggulan.
Selain itu, jika tidak meratifikasi perjanjian AKFTA, Indonesia dapat disengketakan karena tidak menerapkan prinsip transparansi, tidak menurunkan biaya transaksi, serta tidak dapat memberikan kepastian kode HS yang dikomitmenkan sebagai hasil perundingan.
Terkait AFAS 9, potensi kerugiannya adalah Indonesia tidak dapat mengakses pasar jasa Asean pada subsektor yang ditambahkan negara-negara Asean ke dalam AFAS (Indonesia menambahkan 11 subsektor). Selain itu, Indonesia juga berpotensi disengketakan oleh anggota Asean lain yang memiliki kepentingan komersial. (kaw)