JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah Indonesia memperpanjang program kerja sama (joint work programme) dengan OECD untuk periode 2019-2021. Kemitraan ini disebut-sebut penting dalam perumusan kebijakan, terutama pajak di Tanah Air.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kemitraan dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menjadi kesempatan untuk berbagi pengalaman mengenai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Salah satu aspek yang bisa dibagi dan dipelajari, menurut dia, terkait dengan kebijakan pajak. Indonesia dapat belajar dari setiap kebijakan pajak dari negara lain. Apalagi, administrasi pajak dan kepatuhan menjadi salah satu aspek dalam OECD-Indonesia Joint Work Programme.
“Kami mendapat banyak manfaat dari kemitraan ini, terutama tentang metode agar WP yang tidak patuh menjadi patuh. Kami menggunakan rekomendasi OECD untuk agenda nasional,” ujarnya di Bali, seperti dikutip dari siaranlive akun Facebook Kemenkeu, Rabu (10/10/2018).
Beberapa program seperti pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau automatic exchange of information(AEoI) dan rencana aksi dalam Kerangka Inklusif Base Erosion and Profit Shifting (Inclusive Framework on BEPS) juga sudah diadopsi.
Sri Mulyani akan melihat dan mengkaji beberapa rekomendasi yang telah disampaikan dalam Laporan Survei Ekonomi OECD Indonesia 2018. Tidak hanya itu, kemitraan dengan OECD ini juga diharapkan dapat memberi masukan dalam reformasi pajak yang tengah berjalan. Salah satu aspek yang ingin dilihat yakni pajak penghasilan.
“Selama ini seringnya membandingkan dengan Singapura. Padahal, itu tidak menggambarkan kondisi dunia secara menyeluruh. Nah, Anda [OECD] mempunyai perspektif yang bagus dan luas,” imbuh Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Kerja sama Indonesia dengan OECD mencakup area kebijakan ekonomi dan pembangunan yang meliputi administrasi dan kepatuhan perpajakan, pembangunan infrastruktur, perlindungan lingkungan, pengembangan UKM, perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Angel Gurria, Sekretaris Jenderal OECD mengatakan Survei Ekonomi Indonesia dilakukan secara berkala setiap dua tahun sejak 2008. Survei tahun 2018 ini juga menandai peringatan 10 tahun kolaborasi pemerintah Indonesia dengan OECD dalam program ini.
Berbagai program yang ada dalam OECD-Indonesia Joint Work Programme, paparnya, akan berujung pada penciptaan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Salah satunya memang terkait dengan aspek perpajakan.
“Implementasi AEoI, misalnya, akan membantu peningkatan pajak karena adanya transparansi,” katanya.
OECD memproyeksi pertumbuhan Indonesia akan berada pada level 5,2% tahun ini dan 5,3% pada 2019. Ketahanan dan inklusivitas perekonomian dilakukan dengan meningkatkan pendapatan publik secara bersahabat dan mengembangkan pariwisata. (kaw)