JAKARTA, DDTCNews – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis data yang menunjukkan penurunan jumlah rekening di atas Rp1 miliar. Sejumlah analis menyebutkan hal tersebut berkaitan dengan penerapan keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan tahun ini.
Namun, fenomena tersebut ditampik oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menilai fenomena turunnya jumlah rekening kelas kakap tidak berhubungan dengan penerapan keterbukaan informasi.
"Kami pantau untuk Desember 2017 berdasarkan laporan LPS, tidak ada penurunan untuk rekening di atas Rp1 miliar atau Rp2 miliar yang jadi batas atas penjaminan LPS," katanya saat dihubungi DDTCNews, Jumat (4/5).
Hestu mengatakan kewajiban pelaporan bagi lembaga keuangan pada tahun ini akan menggunakan data per Desember 2017. Oleh karena itu, penurunan yang terjadi saat ini dinilainya tidak berkaitan dengan penerapan keterbukaan informasi keuangan/Automatic Exchange of Information (AEoI).
"Kenapa per Desember 2017 karena yang wajib dilaporkan perbankan ke DJP dalam konteks UU No.9/2017. Kalau penurunannya terjadi di bulan-bulan ini berarti tidak berkaitan dengan dengan akses informasi keuangan oleh DJP," terangnya.
Seperti yang diketahui, LPS merilis jumlah rekening simpanan antara Rp2 miliar-Rp5 miliar tercatat 159.513 rekening pada Februari 2018, turun dibandingkan periode Januari 2018 sebesar 160.246 rekening. Nominal jumlah rekening pada Februari 2018 tercatat Rp498,7 triliun lebih rendah dibandingkan periode Januari 2018 Rp500,08 triliun.
Jumlah rekening simpanan di atas Rp5 miliar pada Februari tercatat 91.035 rekening lebih rendah dibandingkan periode Januari 2018 di mana tercatat ada 91.135 rekening. Sementara itu, rekening simpanan di bawah Rp 2 miliar tercatat 260.065 rekening pada Februari 2018, jumlah ini lebih rendah dibandingkan periode Januari 2018 sebanyak 262.108 rekening. Untuk nominalnya tercatat Rp 371,1 triliun tumbuh dibandingkan periode Januari 2018 sebesar Rp262,1 triliun
Sebelumnya, Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan perbedaan pertumbuhan tersebut terjadi karena adanya indikasi awal pelaku usaha untuk mempersiapkan keterbukaan informasi perpajakan (AEoI). Dia mengungkapkan anomali jumlah rekening dan nominalnya ini ada korelasi dengan aturan transparansi perpajakan.
"Atau bisa disebut pola perilaku pengusaha kaya terpengaruh kebijakan pajak," pungkasnya.