CILEUNGSI, DDTCNews – Presiden Joko Widodo punya pengalaman tidak menyenangkan ketika berurusan dengan pajak. Kali ini berlikunya kebijakan restitusi atau pengembalian kelebihan pajak yang menghadangnya ketika masih menjadi pengusaha.
Keluh kesah Presiden Jokowi itu ia tumpahkan saat peluncuran perizinan online di bidang kepabeanan dan cukai di PT Samick Indonesia, Selasa (27/3). Oleh karena itu, menurutnya, perlu adanya terobosan untuk memutus mata rantai keruwetan birokrasi ini.
"Saya pernah bercerita ke Pak Dirjen (Pajak). Saat dulu, saya ngurus restitusi hampir setahun, kapok saya tidak ngurus lagi saya, tidak saya urus kalau ada restitusi. Tidak, lebih banyak pusingnya daripada kita dapat uang restitusinya," keluh Jokowi.
Keluh kesah soal restitusi pajak tersebut ternyata dialami juga oleh pengusaha yang turut menghadiri acara tersebut. Oleh karena itu, perbaikan perlu dilakukan agar dunia usaha dapat bergerak lebih cepat.
"Di sini ada yang ngalamin tidak? Ada? Silakan maju ke depan kalau berani. (Disambut tawa pengusaha). Takut semua sama Dirjen Pajak pasti. Tapi kenyataannya seperti itu, inilah yang harus kita perbaiki yang harus kita benahi semuanya," terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya tidak berdiam diri terkait masalah restitusi pajak ini. Berbagai perbaikan dan kemudahan telah dilakukan meski belum optimal dalam mendorong kemudahan berusaha di Indonesia.
"Restitusi pajak di Kemenkeu membuat frustasi pengusaha. Maka kami berikan fasilitas percepatan restitusi pajak, yaitu pengusaha MITA dan AEO sebagai bentuk sinergi Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Sebelumnya, restitusi pajak eksportir bisa sampai lebih dari setahun. Pak Presiden ketawa karena pernah alami. Sekarang hanya 1 bulan. Jadi ditantang Pak presiden, kita harus bisa menjawab, karena kalau tidak, kita tidak lulus," tandas dia.
Seperti yang diketahui, Kementerian Keuangan terus dan akan memperbaiki sejumlah prosedur perpajakan untuk mendorong peringkat kemudahan berbisnis Indonesia atau ease of doing business (EoDB) ke 40 besar dunia. Melalui kebijakan ini diharapkan dapat menggerakan roda ekonomi lebih cepat dan memberikan kepastian bagi pelaku usaha terkait urusan perpajakan. (Amu)