SURABAYA, DDTCNews – Kelembagaan Ditjen Pajak menjadi lembaga yang berada di bawah kepemimpinan Presiden sejatinya sudah menjadi rencana Presiden Joko Widodo, bahkan pada saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo mengatakan aspek politik mengenai langkah-langkah Presiden Jokowi yang berencana menjadikan Ditjen Pajak terpisah dari naungan Kementerian Keuangan sudah direncanakan yang tertuang dalam Nawa Cita.
“Rencana memisahkan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan sudah direncanakan Pak Jokowi sejak menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta dan selanjutnya dituangkan dalam Nawa Cita Jokowi-JK (Jusuf Kalla). Kemudian dituangkan juga dalam Peraturan Presiden RPJMN 2015-2019 serta dalam RUU KUP 2016,” paparnya di Universitas Airlangga Surabaya, Senin (6/11).
Hadi menjelaskan peningkatan atau pembenahan sistem Ditjen Pajak sudah ditekankan oleh Jokowi pada tanggal 22 April 2014. Jokowi saat itu menilai Ditjen Pajak harus menjadi badan tersendiri atau Kementerian yang langsung di bawah Presiden.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan Jokowi yang menegaskan prinsip manajemen tidak bisa menyatukan tugas penerimaan dengan pengeluaran dalam satu lembaga. Apalagi, otoritas pajak di sejumlah negara lainnya sudah berada di bawah pengawasan Presiden.
Adapun dalam Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 yang ditetapkan dan diundangkan ada 8 Januari 2015, Jokowi menuangkan kebijakan mengenai penerimaan pajak harus dilaksanakan oleh suatu lembaga khusus yang berada langsung di bawah Presiden, namun tetap di bawah koordinasi Menteri Keuangan.
Sayangnya, pada poin ketujuh dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) RI nomor 885 tahun 2016 tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan, menyebutkan bahwa Kelompok Kerja bidang organisasi dan Sumber Daya Manusia bertugas dalam memetakan dan menyusun struktur organisasi Ditjen Pajak yang best fit.
Kemudian dalam poin kesembilan KMK 885/2016 menyebutkan kelompok kerja bidang peraturan perundang-undangan bertugas untuk mengevaluasi atau mengkaji rancangan undang-undang yang telah disusun.
Tak hanya itu, kelembagaan Ditjen Pajak menjadi lembaga yang diawasi secara langsung oleh Presiden juga tertuang dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pada pasal 95 ayat 3 dan ayat 4.
“Pasal 95 ayat 3 berbunyi penyelenggaraan administrasi perpajakandan penghimpunan penerimaan negara di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilakukan oleh lembaga. Lalu pasal 95 ayat 4 berbunyi lembaga berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden,” bunyi kedua pasal RUU KUP tersebut.
Hadi juga memaparkan lebih lanjut, terbitnya Surat Presiden kepada DPR nomor R-28 tanggal 4 Mei 2016 telah menugaskan 3 Menteri untuk membahas RUU KUP, serta adanya Surat Mensesneg B-395 tanggal 11 Mei 2016.
Surat Mensesneg B-395/2016 berisi mengenai permintaan Presiden kepada para Menteri untuk mempertahankan dan memperjuangkan materi yang ada di dalam RUU KUP. Kemudian hal itu didukung oleh Surat Mensesneg B-395 tanggal 11 Mei 2016 yang menekankan Menteri harus konsultasi kepada Presiden mengenai RUU.
“Presiden meminta para Menteri untuk mempertahankan dan memperjuangkan materi yang ada di dalam RUU. Jika ada usulan perubahan dari DPR, Menteri harus konsultasi kepada Presiden,” bunyi Surat Mensesneg B-395/2016.
Selain itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan Menteri adalah pembantu Presiden dengan tugas dan fungsi adalah menjalankan dan mengamankan keputusan atau kebijakan Presiden. Tugas 3 Menteri untuk membahas RUU KUP adalah bagian dari tugas konstitusional yang diberikan oleh Presiden kepada Menteri.
“Penegasan lebih lanjut pun menekankan bahwa melawan dan membangkang perintah jabatan bisa melanggar hukum,” tegas pria yang akrab disapa Poeng itu. (Amu)