JAKARTA, DDTCNews – Otoritas pajak mengklarifikasi transfer dana sebesar Rp18,9 triliun melalui Standard Chartered Bank yang dimiliki oleh 81 wajib pajak Indonesia. Sejumlah wajib pajak tersebut dikabarkan merupakan pelaku usaha dalam taraf internasional.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan transfer dana sebesar US$1,4 miliar itu sepenuhnya dimiliki oleh pebisnis. Menurutnya Ditjen Pajak telah mendapatkan informasi itu dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan hasil program pengampunan pajak.
“81 WNI itu tidak ada nama pejabat TNI, Polri, penegak hukum, pejabat negara, maupun orang yang berhubungan dengan institusi terkait. Seluruh WNI itu murni pebisnis dengan tujuan keikutsertaan dalam program tax amnesty,”ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta, Senin (9/10).
Ken menjelaskan data dan informasi adanya transfer dana puluhan triliun itu diperoleh sejak beberapa bulan lalu melalui Menteri Keuangan dalam rangka meningkatkan kepatuhan setiap wajib pajak Indonesia, baik wajib pajak dalam negeri maupun luar negeri.
Berdasarkan laporan yang diterima Ken dari PPATK, 81 WNI tersebut bukan dikategorikan sebagai penghindar pajak dan justru takut terhadap Ditjen Pajak. Pasalnya, Standard Chartered Guernsey Inggris dan Ditjen Pajak Indonesia sudah saling berkomunikasi lebih dulu terkait hal Common Reporting Standard (CRS).
Ditjen Pajak telah melakukan pemeriksaan dengan PPATK sejak 2 bulan lalu, lalu diketahui 62 orang sudah ikut program tax amnesty. Namun, berdasarkan Pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan pasal 21 UU Pengampunan pajak, Ken harus merahasiakan pemilik dan besaran masing-masing dana dari 81 wajib pajak WNI itu.
Ken menegaskan Ditjen Pajak tengah meneliti lebih lanjut terkait kecocokan nilai harta yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT dibandingkan dengan harta yang termasuk di dalam Rp18,9 triliun itu. Penelitian itu pun diiringi oleh penyocokan data yang juga diperoleh Ditjen Pajak dari Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK.
“Kami mencocokkan data mereka terhadap keikutsertaan dalam program tax amnesty. Jika mereka tidak ikut program itu, maka kami perlu cek apakah harta yang termasuk dalam Rp18,9 triliun itu sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajaknya masing-masing. Akhir bulan selesai lah, ini juga sudah separuh selesai,” tuturnya.
Selain itu, Ken juga mengklarifikasi aliran dana sebesar Rp18,9 triliun itu bukan digunakan untuk pembelian senjata ataupun perlengkapan militer seperti desas-desus yang sudah terlanjur tersebar.
“Mereka itu murni pengusaha, bukan desas-desus untuk pembelian senjata dan semacamnya. Apa lagi desas-desus penjualan tangan ketiga, jangankan tangan ketiga, penjualan tangan kesepuluh pun kami punya jalurnya. Mereka cuma mau ikut program tax amnesty, maka mereka taruh di Singapura, lalu setiap weekend mereka bisa lihat duitnya di sana, terus pulang lagi,” paparnya.