JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya kerja sama global di bidang perpajakan untuk membentuk sistem perpajakan yang lebih adil dan berimbang serta menghadapi permasalahan penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan multinasional.
Menurutnya, penghindaran pajak secara agresif telah menjadi bagian dari inti bisnis perusahaan multinasional dengan memanfaatkan berbagai celah peraturan untuk meminimalkan beban pajaknya.
“Hal ini tidak hanya berdampak pada penerimaan, tapi juga mencederai prinsip keadilan dalam perpajakan. Saya kira ini menjadi persoalan yang penting untuk diselesaikan,” katanya saat memberi speech dalam Joint IMF-lndonesia High-Level Conference, Jakarta, Rabu (12/7).
Karena itu, negara-negara di dunia diharapkan ikut bergabung dan bergerak dalam kerangka kerja sama global agar ke depan dapat terbentuk arena perpajakan (playing field) yang sama dan seimbang melalui proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) dan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis.
Pada kesempatan yang sama, Deputy Managing Director IMF Mitsuhiro Furusawa mengatakan perencanaan pajak agresif yang dilakukan perusahaan secara global tersebut merupakan efek samping dari integrasi ekonomi dan investasi lintas negara.
Karena itu, dia menjelaskan saat ini IMF tengah bekerja sama dengan berbagai negara untuk mencari solusi dalam menghadapi praktik pengalihan laba ke negara-negara dengan tarif pajak rendah, serta menghadapi adanya persoalan kompetisi pajak antarnegara.
“Di negara-negara Asia, tax ratio secara konsisten menurun ke angka di bawah 15%, hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi negara-negara di kawasan Asia,” katanya.
Di Indonesia, tambah Sri Mulyani, tax ratio sendiri masih di angka 10,3% dan pemerintah berencana untuk menaikkan angkanya menjadi 16% pada 2019. “Ini target ambisius dan saya tahu rekan-rekan saya di IMF dan Bank Dunia akan mengatakan hal ini tidak mungkin tercapai, tapi ini tantangannya,” tandasnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga menyampaikan pentingnya penguatan sistem perpajakan dalam memobilisasi sumber daya domestik untuk mencapai prioritas pembangunan nasional yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 (2030 Sustainable Development Goals). Penguatan sistem yang dimaksud meliputi reformasi kebijakan dan administrasi pajak, termasuk pajak internasional.
Sebagai informasi, Joint IMF-lndonesia High-Level Conference merupakan forum bagi para pembuat kebijakan untuk berdiskusi mengenai isu-isu yang terkait dengan mobilisasi sumber daya domestik (domestic resource mobilization) melalui penguatan sistem perpajakan, Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan, Pertukaran informasi Secara Otomatis (AEOl), dan insentif perpajakan.
Konferensi ini juga merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dalam rangka menyambut pelaksanaan Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia 2018 yang akan diselenggarakan di indonesia pada bulan Oktober 2018. (Amu)