JAKARTA, DDTCNews – Fakta menurunnya daya beli sekaligus permintaan masyarakat kembali dikonfirmasi statistik ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik, Senin (3/7). Laju inflasi inti pada momen puasa-Lebaran Mei-Juni 2017 adalah rekor terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Laju inflasi inti mencerminkan naik turunnya daya beli sekaligus permintaan masyarakat karena dihitung berdasarkan faktor fundamental. Inflasi inti dan inflasi noninti adalah bagian dari inflasi umum. Inflasi noninti terdiri atas inflasi barang yang diatur pemerintah dan inflasi pangan bergejolak.
Pada 2014-2016, momen puasa-Lebaran jatuh pada Juni-Juli. Adapun 2011-2013 jatuh pada Juli-Agustus, dan 2008-2010 pada Agustus-September. Sayang, data inflasi inti pada momen puasa-Lebaran hanya bisa dibandingkan sejak 2009 karena sebelum itu BPS memilih tidak merilisnya.
Berdasarkan data tersebut diketahui laju inflasi inti pada momen puasa-Lebaran 2017 mencapai 0,42%, terendah dibandingkan dengan momen puasa dan Lebaran sejak 2009 sampai 2016 yang secara berturut-turut mencapai 1,23%, 1,01%, 1,51%, 1,51%, 2%, 0,75%, 0,6%, dan 0,67%.
Namun, alih-alih mengungkapkan fakta menurunnya daya beli masyarakat yang direfleksikan data inflasi inti itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto memilih mengumumkan data laju inflasi umum yang pada momen puasa-Lebaran 2017 menjadi yang terendah sejak 2014.
“Inflasi pada bulan puasa dan Lebaran 2017 jauh lebih terkendali dibandingkan dengan 3 tahun sebelumnya. Kita tahu, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan membentuk satgas pangan,” ujarnya dalam konferensi persnya di Jakarta, Senin, (3/7).
Menurut Suhariyanto, pada bulan puasa dan Lebaran tahun-tahun sebelumnya, harga pangan terutama beras dan daging berpengaruh besar terhadap inflasi. “Langkah pemerintah tahun ini jauh lebih bagus. Harga terkontrol. Itu [harga pangan] tidak menjadi penyebab utama inflasi.”
Berdasarkan pengecekan DDTCNews, laju inflasi barang bergejolak—data yang lebih mencerminkan kemampuan pemerintah mengendalikan harga—pada momen puasa dan Lebaran 2017 mencapai 1,56%, lebih rendah dari periode puasa dan Lebaran 2016 yang mencapai 2,91%.
Fakta melemahnya daya beli masyarakat ini sebelumnya sudah terungkap melalui data konsumsi rumah tangga yang masih melemah pada kuartal I 2017, meski pada periode yang sama pertumbuhan ekonomi meningkat hingga melampaui 5%.
Begitu juga dengan data indeks penjualan riil hasil survei bulanan Bank Indonesia yang terus berada pada level rendah dalam 2 tahun terakhir alias tidak kunjung kembali ke level normal sebelum 2015.
Fakta ini juga didukung pengakuan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Ketua API Ade Sudrajat dalam satu talkshow di televisi mengatakan untuk kali pertama dalam 30 tahun penjualan tekstil selama Lebaran 2017 menurun.
Belum ada pernyataan pemerintah menyangkut pengumuman BPS yang merefleksikan penurunan daya beli ini. Januari tahun lalu, pemerintah sendiri menaikkan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai rangsangan untuk meningkatkan daya beli.
Meski begitu, dalam satu kesempatan Menkeu Sri Mulyani Indrawati tidak mengakui adanya problem daya beli yang terus melemah itu. Menurut dia, statistik inflasi yang rendah itu tidak mencerminkan penurunan daya beli, tetapi mencerminkan penurunan struktur biaya. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.