JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai perlunya sistem kontrol subsidi supaya tidak melampaui defisit yang ditentukan Undang-Undang. Hal itu didasarkan pada hasil temuan yang dikemukakan dalam penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016.
Anggota II BPK Bidang Perekonomian Agus Joko Pramono mengatakan Public Service Obligation (PSO) menjadi salah satu perhatian BPK dalam memeriksa LKPP tahun 2016.
“Subsidi atau PSO positioning- nya secara legal dibiarkan lepas, artinya meskipun subsidi dianggarkan sejumlah A dalam APBN, tapi UU APBN membiarkan boleh melampaui anggaran dengan alasan tertentu. Jadi perlu ada sistem yang mengontrol supaya subsidi tidak melampaui defisit yang ditentukan,” katanya, Jumat (26/5).
Ia menjelaskan pemerintah harus lebih mengukur penggunaan anggaran APBN, sehingga pemerintah bisa menjaga defisit sesuai dengan realita. Mengingat, selama ini defisit APBN diukur dengan berbasis kas, maka terjadi model pembayaran ang menyebabkan penghitungan defisit tidak sesuai dengan realita.
Adapun dana BPJS yang menjadi perhatian BPK dalam memeriksa LKPP tahun 2016. Karena, BPJS selalu mengalami defisit dan hanya mengandalkan dana dari pemerintah, khususnya sektor kesehatan.
Tahun ini, BPK berharap berbagai hal tersebut bisa menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk memperbaiki laporan keuangannya. Sehingga, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bisa dipertahankan pada tahun depan.
“Kami harap pemerintah bisa mengontrol subsidi setiap kali entitas dapat amanat yang dberikan penagihan. Sehingga BPK tidak masuk di akhir, tapi justru sudah melakukan pemeriksaan awal kepada pengelola subsidi. Bahkan kami akan memantau rekening kas negara,” tuturnya.
Agus menegaskan pengukuran defisit dilakukan dengan basis akuntabilitas dengan mempertimbangkan utang yang bermunculan, dan bukan karena proses pembiayaan keuangan langsung tapi utang yang lebih bersifat spontan seperti subsidi belum dibayar, maupun pekerjaan selesai belum dibayar. (Amu)