Ilustrasi.
DHAKA, DDTCNews – Guna menghadapi lonjakan harga minyak nabati, Federation of Bangladesh Chamber of Commerce and Industry (FBCCI) meminta Pemerintah Bangladesh untuk membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) minyak goreng.
Presiden FBCCI Jashim Uddin mengatakan pemerintah harus segera mengambil keputusan untuk menstabilkan tingkat harga minyak yang melonjak. Dia mencontoh negara India yang telah lebih dahulu menyesuaikan kebijakan tarif minyak goreng.
"India telah menyesuaikan tarif eceran dengan mengurangi tarif minyak goreng. Namun, kita tidak menerapkan kebijakan itu, padahal biaya pengiriman meroket dan rantai pasokan komoditas telah runtuh," katanya dikutip dari tbsnews.net, Selasa (8/3/2022).
Uddin menilai negara terancam mengimpor minyak goreng dari pasar internasional yang sudah ketat apabila pemerintah tidak menerapkan penyesuaian tarif. Kondisi tersebut juga diperburuk dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina.
Sebagai informasi, tarif PPN minyak goreng yang berlaku saat ini sebesar 15%. FBCCI berharap pemerintah dapat membebaskan PPN atas minyak goreng selama 3 bulan ke depan dalam menghadapi lonjakan harga yang tinggi.
Sementara itu, Asisten Manajer Umum Meghna Group Taslim Shahriar menyalahkan pemerintah karena tidak mengizinkan mereka untuk menaikkan harga minyak goreng hingga BDT12 atau sekitar Rp2.010,72.
Senada, Kepala Keuangan Bangladesh Edible Oil Limited Mohd Dabirul Islam menyebut impor dan stok minyak goreng saat ini sebenarnya baik-baik saja. Menurutnya, krisis pasar dapat dihindari jika pemerintah mengizinkan kenaikan BDT12.
Manajer Umum City Group Biswajit Saha menambahkan saat ini tidak ada krisis pasokan di pasar lokal. Menurutnya, inflasi tersebut terjadi karena pedagang grosir menimbun minyak goreng untuk memanipulasi pasar. (rig)