Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencoba membandingkan kinerja penerimaan pajak negara-negara anggota selama pandemi Covid-19 dengan krisis ekonomi 2009 silam.
Hasilnya, OECD mencatat kontraksi penerimaan pajak secara tahunan pada krisis ekonomi 2009 jauh lebih dalam bila dibandingkan dengan kontraksi pada 2020 akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan hasil observasi atas penerimaan pajak negara-negara anggota OECD, penerimaan PPh badan dan PPN sama-sama mengalami kontraksi di kedua krisis, walaupun kontraksi pada masa krisis 2009 jauh lebih dalam dibandingkan dengan 2020.
PPh orang pribadi dan pajak properti secara rata-rata justru meningkat pada 2020, berbanding terbalik bila dibandingkan dengan 2009.
"Secara keseluruhan, kontraksi PPh badan dan PPN yang terbatas dan pertumbuhan PPh orang pribadi menyebabkan kontraksi penerimaan pajak pada 2020 tak mencapai 50% dari kontraksi pada 2009," tulis OECD dalam laporannya yang berjudul Revenue Statistics 2021: The Initial Impact of COVID-19 on OECD Tax Revenues, dikutip Sabtu (11/12/2021).
Menurut OECD, setidaknya terdapat 3 faktor yang membuat kinerja PPh orang pribadi pada 2020 lebih resilien bila dibandingkan dengan 2009.
Pertama, tingkat pengangguran OECD pada 2020 tidak separah tahun 2009. Rata-rata tingkat pengangguran di negara-negara OECD pada kuartal II/2020 tercatat mencapai 8,6% lalu turun menjadi 7% pada akhir 2020. Pada era krisis keuangan global, tingkat pengangguran tetap terjaga di 8% sepanjang 2009 dan 2010.
Kedua, kebanyakan pekerja yang kehilangan pekerjaan di masa pandemi adalah pekerja berpenghasilan rendah yang notabene membayar PPh orang pribadi yang lebih rendah. Pada 2009, mayoritas pekerja yang kehilangan pekerjaan adalah pekerja berpenghasilan tinggi.
Ketiga, penurunan upah pada 2020 di negara-negara OECD ternyata tidak sebesar 2009. Pada 2020, upah pekerja secara rata-rata hanya turun 0,54%, sedangkan pada 2009 mencapai 3,14%.
Mengenai PPh badan, kontraksi PPh badan pada 2020 tercatat tidak sedalam tahun 2009 karena jumlah perusahaan yang bangkrut pada masa pandemi tidak sebanyak pada masa krisis keuangan global.
Dampak krisis 2009 terhadap net operating surplus korporasi juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan 2020. (sap)