Ilustrasi.
SEOUL, DDTCNews - Partai petahana di Korea Selatan, Democratic Party, berencana untuk menunda pemberlakuan ketentuan pengenaan pajak atas laba yang diperoleh dari transaksi cryptocurrency atau mata uang kripto.
Anggota Democratic Party Noh Woong Rae mengatakan hingga saat ini tidak ada satupun negara Asia memiliki perencanaan pengenaan pajak yang baik atas aset kripto. Oleh karena itu, pengenaan pajak perlu ditunda.
"Infrastruktur yang ada masih belum memadai untuk mengenakan pajak atas cryptocurrency. Oleh karena itu, penundaan pengenaan pajak adalah sesuatu yang tak terhindarkan," ujar Noh, dikutip Senin (20/9/2021).
Menurut Noh, rencana pengenaan pajak yang diusung oleh Kementerian Keuangan Korea Selatan tidak akan berjalan sesuai dengan rencana. Pemerintah Korea Selatan hingga saat ini dinilai masih belum memiliki instrumen untuk memajaki transaksi aset kripto melalui bursa asing atau transaksi secara peer to peer (P2P).
Oleh karena itu, pengenaan pajak atas aset kripto yang awalnya direncanakan akan dikenakan pada 1 Januari 2022 sebaiknya ditunda menjadi pada 2023 ketika infrastruktur dipandang telah siap.
Menanggapi sikap partai petahana tersebut, Menteri Keuangan Korea Selatan Hong Nam Ki bersikukuh pajak perlu dikenakan atas aset kripto sesegera mungkin. "Sesuai dengan prinsip perpajakan, ketika ada penghasilan maka di situ ada pajak," ujar Hong seperti dilansir cryptoslate.com.
Tanpa aturan dan kebijakan yang memadai, maka sektor cryptocurrency akan selamanya tidak akan terdeteksi oleh sistem perpajakan dan tidak dapat dipajaki.
Jika berlaku nanti, wajib pajak yang melakukan transaksi cryptocurrency akan dikenai pajak atas capital gains sebesar 20% dan pajak daerah sebesar 2% bila wajib pajak mendapatkan laba sebesar KRW2,5 juta dari transaksi aset kripto.
Wajib pajak yang mendapatkan laba sebesar lebih dari KRW2,5 juta wajib mencatat transaksi aset kriptonya sepanjang tahun untuk dilaporkan kepada otoritas pajak paling lambat pada 31 Mei setiap tahunnya. (sap)