Ilustrasi.
SEOUL, DDTCNews - Pelaku usaha di Korea Selatan menyatakan keberatan atas rencana Uni Eropa untuk menerapkan carbon border tax pada 2026 lantaran kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan pajak berganda.
Sebanyak 400 korporasi yang tergabung dalam The Federation of Korean Industries (FKI) meminta Uni Eropa untuk mengecualikan ekspor Korea Selatan dari carbon border tax atau carbon border adjustment mechanism (CBAM).
"Rencana Uni Eropa untuk mengenakan carbon border tax terhadap produk Korea Selatan berpotensi menimbulkan pajak berganda yang tidak adil," tulis FKI dalam surat yang dikirimkan asosiasi tersebut kepada Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen, dikutip pada Senin (2/8/2021).
Dalam surat yang dikirimkan kepada Uni Eropa tersebut, FKI menilai Korea Selatan sudah memiliki cap-and trade-system tersendiri untuk mengurangi emisi gas karbon. Cap-and trade-system ini telah diberlakukan oleh Korea Selatan sejak 2015.
Seperti dilansir koreaherald.com, FKI juga memandang rencana penerapan carbon border tax tersebut berpotensi menimbulkan tren proteksionisme jenis baru yang berdampak buruk terhadap perdagangan global.
Untuk diketahui, carbon border tax akan diterapkan Uni Eropa pada 2026. Nanti pada 2023 sampai dengan 2025, importir di Uni Eropa bakal diminta untuk melaporkan emission footprint dari produk yang diimpor.
Beberapa produk impor yang akan dikenai carbon border tax antara lain besi, alumunium, semen, dan pupuk. Uni Eropa juga membuka kemungkinan untuk memperluas cakupan carbon border tax guna mencapai target penurunan emisi karbon.
Tak hanya menurunkan emisi karbon, carbon border tax juga bertujuan untuk melindungi industri domestik Eropa dari kompetitor luar Eropa. Industri di luar Eropa dipandang mampu memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah karena tidak adanya pungutan atas emisi karbon. (rig)