THAILAND

Kerek Tax Ratio, Reformasi Pajak di Thailand Perlu Dilanjutkan

Dian Kurniati
Rabu, 19 Juli 2023 | 09.30 WIB
Kerek Tax Ratio, Reformasi Pajak di Thailand Perlu Dilanjutkan

Ilustrasi.

BANGKOK, DDTCNews - Kementerian Keuangan Thailand menyatakan reformasi pajak tetap harus dilanjutkan siapapun yang akan terpilih menjadi perdana menteri beserta menteri keuangannya pada tahun ini.

Permanent Secretary Finance Ministry's Krisada Chinavicharana mengatakan reformasi pajak penting untuk memperkuat penerimaan negara secara berkelanjutan. Namun, reformasi harus dilaksanakan secara bertahap agar tidak menimbulkan guncangan pada perekonomian.

"Penerimaan pajak hanya 14% dari PDB, padahal seharusnya 15% atau 16%. Dari pemerintahan sebelumnya, kementerian telah mengusulkan reformasi pajak yang terdiri atas 20 item," katanya, dikutip pada Rabu (19/7/2023).

Krisada menuturkan Kemenkeu mengusulkan reformasi pajak diarahkan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara. Namun, ia mewanti-wanti agar pelaksanaan reformasi pajak tetap memperhatikan dinamika ekonomi masyarakat agar tidak menyebabkan syok.

Selama ini, lanjutnya, Kemenkeu memberikan banyak pengurang pajak seperti reksa dana pensiun, premi asuransi jiwa, dan bunga hipotek. Secara keseluruhan, kebijakan pengurang pajak tersebut menyebabkan adanya potensi penerimaan pajak yang hilang.

Ke depannya, pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurai persoalan itu misalnya membatasi jumlah total pajak yang dapat dikurangkan. Wajib pajak dapat memilih untuk memakai pengurangan pada daftar yang ditentukan, tetapi secara total tidak boleh melebihi batas.

"Kemungkinan ada beberapa beban yang dapat dikurangkan dari pajak, khususnya pembelian reksa dana pensiun yang selama ini digunakan untuk membantu menjaga stabilitas pasar modal, harus dikurangi," ujar Krisada.

Dia juga menyinggung rencana pengenaan pajak sebesar 0,11% atas perdagangan saham. UU pajak atas transaksi saham telah disahkan, tetapi pelaksanaannya ditangguhkan karena mempertimbangkan stabilitas pasar keuangan.

UU tersebut juga tengah dikaji ulang oleh Dewan Negara, sesuai dengan desakan masyarakat.

"Kebijakan apapun yang terlalu ekstrem dapat mengguncang ekonomi," tuturnya seperti dilansir bangkokpost.com.

Kandidat tunggal perdana menteri Thailand yang dinominasikan dari Partai Bergerak Maju Pita Limjaroenrat gagal terpilih sebagai perdana menteri. Pada pemungutan suara pertama di parlemen Thailand pada 13 Juli 2023 lalu, dia gagal mengumpulkan dukungan yang cukup dari anggota parlemen. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.