Suasana konferensi pers APBN Kita, Senin (22/4/2019). (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih belum merencanakan perubahan APBN 2019. Otoritas fiskal memilih untuk menunggu performa hingga semester I/2019.
Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan masih terlalu dini untuk menyatakan perlunya perubahan APBN 2019. Pasalnya, capaian pada empat bulan pertama belum mencerminkan kondisi perekonomian nasional.
“Kalau ditanyakan ada APBNP atau tidak, pandangan kami terlalu dini. Kalau kita lihat tentu perkembangan perekonomian makro itu fluktuatif mulai dari harga minyak dan lainnya,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (22/4/2019).
Menurutnya, wacana revisi APBN baru bisa dibahas setelah evaluasi kinerja pada semester I/2019. Setelah itu, sambung Askolani, pemerintah bisa membuka opsi apakah revisi diperlukan atau tidak atas pelaksanaan anggaran negara.
Dengan demikian, data yang diperoleh menjadi lebih valid untuk digunakan sebagai landasan penentuan kebijakan. Perhitungannya, waktu 6 bulan menjadi tenggat ideal untuk melihat kinerja perekonomian nasional.
“Pendekatan perhitungan APBN itu kan estimasi dalam 12 bulan jadi kalau 4 bulan pandangan kami belum mantap. Biasanya mekanisme setelah semester I, baru pemerintah evaluasi dan melihat estimasi yang lebih meyakinkan,” paparnya.
Seperti diketahui, indikator makroekonomi hingga Maret 2019 banyak yang tidak sesuai asumsi. Tingkat inflasi misalnya yang sebesar 2,48%, tersebut masih berada di bawah asumsi dalam APBN 2019 sebesar 3,5%, tapi tetap dalam rentang sasaran Bank Indonesia yaitu 3,5% ± 1%.
Selanjutnya, nilai tukar rupiah hingga 18 April tercatat senilai Rp14.016 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara, secara year-to-date, nilai tukar rupiah berada di level Rp14.140 per dolar AS. Realisasi ini masih lebih kuat dibandingkan asumsi yang dipatok dalam APBN senilai Rp15.000 per dolar AS.
Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) dipatok US$70 per barel dalam APBN 2019. Namun, realisasi ICP hingga akhir Maret hanya senilai US$63,6 per barel (eop) atau US$60,46 per barel secara year to date. (kaw)