Materi yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR membahas RUU KUP, Senin (28/6/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan banyaknya pengecualian dalam sistem pajak pertambahan nilai (PPN) Indonesia menimbulkan distorsi.
Sri Mulyani mengatakan saat ini terdapat 4 kelompok barang dan 17 kelompok jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Fasilitas yang diberikan, yakni PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut, juga tidak kalah banyak. Beragamnya pengecualian dan fasilitas ini dinilai menimbulkan ketidakadilan.
"Terjadi ketimpangan antarsektor dan juga ada ketidakadilan antarpelaku ekonomi yang mendapatkan fasilitas," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (28/6/2021).
Merujuk pada data yang dipaparkan Sri Mulyani, tampak sebagian besar PPN dalam negeri secara bruto bersumber dari sektor manufaktur, perdagangan, dan konstruksi.
Sepanjang 2016 hingga 2019, sektor manufaktur tercatat mampu berkontribusi sebesar 34% terhadap penerimaan PPN. Padahal, kontribusinya terhadap PDB sebesar 20,9%. Fenomena ini juga terjadi pada sektor perdagangan dan konstruksi.
Sebaliknya, terdapat beberapa sektor yang kontribusinya terhadap PPN dalam negeri tergolong minim. Sektor yang dimaksud antara lain sektor pertanian, pertambangan, jasa keuangan, dan jasa pendidikan
Adapun rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sepanjang 2016 hingga 2019 mencapai 13,6%. Meski demikian, kontribusi sektor pertanian terhadap PPN dalam negeri ternyata hanya sebesar 1,7%.
Berkaca pada ketimpangan antarsektor tersebut, pemerintah berencana untuk mengatur kembali objek PPN dan fasilitas PPN untuk menciptakan perlakuan yang lebih adil.
Rencananya, seluruh barang dan jasa akan dikenai PPN kecuali restoran, hotel, parkir, dan hiburan yang menjadi objek pajak daerah; uang, emas batangan, dan surat berharga; jasa pemerintahan; dan jasa penceramah agama.
Barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak akan dikenai PPN dengan tarif yang lebih rendah dari tarif normal atau diberi fasilitas PPN tidak dipungut. Bagi masyarakat tidak mampu, pengenaan PPN akan dikompensasi dengan pemberian subsidi. (kaw)