KEBIJAKAN BMAD

Asosiasi Ini Minta Bea Masuk Anti-Dumping Baja Lapis Timah Dihapus

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 05 Mei 2018 | 16:00 WIB
Asosiasi Ini Minta Bea Masuk Anti-Dumping Baja Lapis Timah Dihapus

JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Produsen Kemas Kaleng Indonesia (APKKI) menyatakan keberatannya perihal rencana pemerintah untuk memperpanjang pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk baja lapis timah (tinplate) asal Taiwan, Tiongkok dan Korea Selatan.

Rencananya, bea masuk yang sudah berlaku sejak 2014 itu akan diperpanjang hingga 2024. Ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No 10/PMK.011/2014 ini dinilai memberatkan karena industri dalam negeri masih bergantung pada bahan baku tinplate impor mengingat terbatasnya produksi dalam negeri.

Ketua Umum APKKI Halim Parta Wijaya menjelaskan Indonesia sudah menerapkan bea masuk sebesar 12,5%, sehingga tambahan BMAD bakal memberatkan industri nasional. Terlebih, impor tinplate memang dibutuhkan karena permintaan industri lebih banyak daripada produksi tinplate dalam negeri.

Baca Juga:
DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri

"Sejak 15 Januari 2014 sampai 14 Februari 2019, impor tinplate dari ketiga negara dikenakan BMAD sebesar 4,4% hingga 7,9%," katanya di Kementerian Perdagangan, Jumat (4/5).

APKKI mencatat, produsen tunggal tinplate, yaitu PT Pelat Timah Nusantara Tbk hanya memiliki kapasitas produksi 160 ribu ton per tahun. Sedangkan permintaan industri dalam negeri mencapai 250 ribu ton per tahun.

Selain penghentian BMAD, pihaknya juga meminta supaya bea masuk tinplate sebesar 12,5% diturunkan atau dihapuskan. Asosiasi menilai pengenaan tersebut bisa menjadikan industri kaleng kemas nasional tidak kompetitif lantaran pengenaan bea masuk tinplate Indonesia masih di atas negara-negara Asia Tenggara yang mengenakan bea masuk maksimal 5%.

Baca Juga:
Permulus Repatriasi Barang Antik, Ilmuwan Minta Pembebasan Pajak

"Tingginya bea masuk tinplate sebagai bahan baku kemasan kaleng akan memicu masuknya impor produk makanan dalam kemasan. Contohnya semakin banyak ikan kaleng atau makanan kaleng langsung diimpor dari luar negeri," terang Halim.

Asosiasi mengklaim, 3 dari 12 perusahaan anggotanya sudah gulung tikar pasca penetapan BMAD. Karena itu, sebaiknya pemerintah meninjau secara matang rencana perpanjangan bea masuk tersebut.

"Kami tidak ingin membeli tinpate yang lebih mahal, sebab selama ini kami terpaksa," tutupnya. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT