BUMI dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya pemilik yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak bumi dan bangunan (PBB).
Pada hakikatnya, pembayaran PPB merupakan salah satu sarana perwujudan kegotong-royongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Adapun PBB dikenakan atas beberapa sector, di antaranya perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya (P3L).
Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan PBB-P3L?
Definisi
SECARA ringkas, PBB-P3L adalah PBB yang dikenakan atas sector perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya. Pada prinsipnya, PBB-P3L ini dikenakan atas bumi dan bangunan di kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha P3L.
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 UU PBB, yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi tersebut meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
Permukaan bumi berupa tanah, misalnya kawasan perkebunan, perhutanan, atau kawasan pertambangan yang ada di daratan (onshore). Sementara itu, permukaan bumi berupa perairan pedalaman serta laut, misalnya pertambangan migas atau minerba yang ada di laut pedalaman atau di laut teritorial (offshore).
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan tubuh bumi adalah bagian bumi yang berada di bawah permukaan bumi. Pada tubuh bumi, terdapat kandungan misalnya minyak bumi, gas bumi, panas bumi, ataupun mineral. Adapun tubuh bumi ini terdapat pada sektor pertambangan.
Sementara itu, merujuk pada Pasal 1 angka ‘2’ UU PBB, bangunan diartikan sebagai konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan perairan. Adapun yang termasuk dalam pengertian bangunan di antaranya tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, serta pipa minyak.
Secara lebih terperinci, objek PBB-P3L adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan dan sektor lainnya. PPB atas perhutanan terdiri atas hutan tanaman dan hutan alam. PBB pertambangan terdiri atas pertambangan minyak dan gas bumi (migas), panas bumi, serta mineral dan batubara (minerba).
Merujuk pada Pasal 2 ayat ‘1’ Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 20/PJ/2015, PBB sektor lainnya meliputi perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik dan jalan tol.
Adapun masing-masing dari setiap sektor tersebut memiliki klasifikasi pengertian bumi lebih lanjut yang biasa disebut dengan areal. Selain itu, masing-masing dari sektor PBB-P3L memiliki formula dan tata cara perhitungan masing-masing.
Ketentuan lebih lanjut mengenai PBB-P3L dapat disimak pada UU PBB atau Peraturan Menteri Keuangan No. 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak Dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. (kaw)