PAJAK bumi dan bangunan (PBB) merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan baik oleh orang pribadi ataupun badan. Salah satu unsur dasar dalam pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Namun, diperolehnya NJOP tidak lantas dapat membuat besaran PBB terutang dapat diketahui. Hal ini lantaran dalam perhitungan PBB terdapat beberapa parameter lain yang harus diketahui, salah satunya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Lantas, apa itu Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)?
Definisi
KETENTUAN mengenai NJKP salah satunya tertuang dalam UU PBB. Mengacu pada Pasal 6 ayat (3) dasar perhitungan PBB adalah NJKP yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.
Adapun yang dimaksud dengan NJKP (assessment value), sesuai dengan penjelasan Pasal 6 ayat (3) UU PBB, adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
Berdasarkan contoh yang dipaparkan dalam penjelasan Pasal 6 ayat (3) UU PBB, apabila nilai jual suatu objek pajak Rp1 juta dan persentase NJKP yang ditetapkan untuk objek tersebut misalnya 20%, maka besarnya NJKP objek tersebut adalah 20% x Rp1 juta = Rp200.000.
Sementara itu, apabila nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp1 juta dan persentase NJKP yang ditetapkan untuk objek tersebut misalnya 50%, maka besarnya NJKP objek tersebut adalah 50% dikali Rp1 juta= Rp500.000.
Merujuk Pasal 6 ayat (4) UU PBB besarnya persentase NJKP ditetapkan dalam peraturan pemerintah dengan memerhatikan kondisi ekonomi nasional. Adapun sejak diberlakukannya UU PBB, persentase NJKP awalnya ditetapkan sebesar 20% dan berlaku untuk seluruh objek pajak.
Namun, dalam rangka memberikan rasa keadilan besaran persentase NJKP tersebut secara bertahap dilakukan penyesuaian. Ketentuan besarnya NJKP yang masih berlaku tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.25/2002.
Beleid ini menetapkan NJKP untuk objek pajak dengan nilai jual Rp1 miliar atau lebih dan objek pajak sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan adalah 40% dari NJOP. Sementara itu, NJKP untuk objek pajak lain yang nilai jualnya kurang dari Rp1 miliar adalah 20% dari NJOP.
Namun, sejak UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) disahkan, pengelolaan PBB terbagi menjadi dua, yaitu pemerintah pusat untuk PBB-P3, dan pemerintah daerah untuk PBB-P2. Karena itu, pemungutan dan perhitungan PBB-P2 merujuk pada ketentuan UU PDRD.
Berdasarkan UU PDRD, dalam perhitungan PBB-P2 keberadaaan NJKP sudah tidak ada lagi. Hal ini berarti kini NJKP hanya digunakan untuk perhitungan PBB-P3. Perbedaan formula perhitungan PBB-P3 dan PBB-P2 dapat disimak pada artikel “Beda PBB-P2 dan PBB-P3”
Simpulan
INTINYA NJKP merupakan nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Hal ini berarti dalam perhitungan PBB-P3 tarif tidak langsung dikalikan dengan NJOP, melainkan dengan NJKP. (Bsi)