JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak peserta tax amnesty dituntut jujur dalam mengungkapkan harta yang selama ini ia miliki. Jika tidak, sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan 200% bisa mengintai wajib pajak tersebut.
Undang-Undang Pengampunan Pajak yang disahkan oleh DPR kemarin (28/7) menjelaskan bagaimana perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam hal wajib pajak telah memperoleh surat keterangan.
“Ada tambahan sanksi kenaikan sebesar 200% dari pajak penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Selain kenaikan tersebut, harta tersebut tetap dikenakan pula PPh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Sementara itu, wajib pajak yang tidak menyampaikan surat pernyataan guna permohonan tax amnesty sampai dengan 31 Maret 2017 dan Dirjen Pajak menemukan data dan informasi mengenai harta yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985-31 Desember 2015 belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) PPh, harta tersebut akan di anggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima.
“Atas tambahan penghasilan tersebut akan dikenai pajak serta sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,” ungkap Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Namun, klaim atas tambahan penghasilan tersebut berlaku paling lama tiga tahun sejak undang-undang ini berlaku.
Selain itu, ada pula upaya hukum yang dapat diajukan oleh wajib pajak berkaitan dengan sengketa dalam tax amnesty. Pasal 19 mengungkapkan segala sengketa berkaitan dengan tax amnesty ini hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan kepada badan peradilan pajak.
Menurut catatan DDTCNews, adanya ketentuan sanksi ini dapat mendorong wajib pajak untuk secara jujur mengungkapkan seluruh harta yang dimilikinya. UU ini juga sekaligus menegaskan mereka yang tidak memanfaatkan kebijakan tax amnesty ini, berpeluang untuk tetap dikenakan pajak apabila Dirjen Pajak menemukan data dan informasi mengenai harta yang belum dilaporkan dalam SPT tahunannya, tentunya dengan tarif yang berbeda dengan yang ditawarkan di UU Pengampunan Pajak. (Amu)