KEBIJAKAN PAJAK

Ada Pajak Minimum Global, Insentif Pajak Perlu Ditinjau Ulang

Muhamad Wildan | Rabu, 07 September 2022 | 12:51 WIB
Ada Pajak Minimum Global, Insentif Pajak Perlu Ditinjau Ulang

Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dengan materi paparannya. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Pajak korporasi minimum global yang telah disepakati melalui Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) dinilai akan berdampak pada insentif pajak yang diberikan oleh berbagai negara.

Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji memandang insentif-insentif pajak yang telah berlaku perlu dikaji ulang. Alasannya, terdapat top-up tax yang dikenakan oleh negara asal perusahaan bila pajak yang dikenakan terhadap perusahaan multinasional tersebut lebih rendah dari tarif pajak efektif sebesar 15%.

"Kalau tidak dirombak, kemungkinannya kita bisa dianggap menyubsidi negara maju karena di sana akan ada top-up tax," ujar Bawono dalam webinar Global Minimum Tax: Menyelaraskan Tarif Perpajakan Secara Global yang digelar oleh Universitas Nasional (Unas), Rabu (7/9/2022).

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Dengan keberadaan top-up tax, yurisdiksi-yurisdiksi sudah tidak bisa lagi berlomba-lomba memberikan insentif dan menurunkan tarif pajak guna menarik investor dari luar negeri. Indonesia pun ikut terimbas.

Menurut Bawono, berkurangnya kompetisi tarif pajak akibat kehadiran pajak minimum global memberikan keleluasaan bagi Indonesia untuk tidak ikut berkompetisi menurunkan tarif pajak.

Meski demikian, Bawono mengatakan Indonesia masih perlu memperhatikan sejauh apa keberadaan pajak minimum global memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pasalnya, dengan adanya pajak minimum global maka ketentuan pajak tidak lagi menjadi faktor utama yang diperhatikan oleh investor dalam berinvestasi ke suatu negara.

Baca Juga:
Inggris Beri Insentif PPN untuk Produk Rumah Tangga yang Disumbangkan

"Siapkah Indonesia untuk berhadap-hadapan? Karena situasinya nanti kita akan 'dipaksa' berhadap-hadapan dengan negara lain dalam meningkatkan daya saing," ujar Bawono.

Ke depan, Bawono menambahkan, Indonesia perlu memberikan perhatian terhadap arsitektur insentif pajak, ketentuan domestik, dan reformasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).

Untuk diketahui, OECD memperkirakan Pilar 2 akan memberikan tambahan penerimaan pajak sebesar 1,7% hingga 2,8% atau senilai US$42 miliar hingga US$70 miliar. OECD memperkirakan negara-negara maju (high income countries) akan menikmati manfaat paling besar dari kehadiran pajak minimum global.

Adapun IMF memperkirakan pajak minimum global akan meningkatkan penerimaan PPh badan sebesar 5,7% melalui top-up tax dan sebesar 8,1% berkat berkurangnya kompetisi tarif pajak. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M