Ilustrasi. Pekerja melakukan perawatan panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) salah satu hotel di Palembang, Sumatra Selatan, Rabu (7/7/2021). PLTS dengan kapasitas daya sebesar 318,5 kilo Watt peak (kWp) tersebut dapat menghemat penggunaan energi sebesar 448.893 kWh setiap tahun dan turut berkontribusi terhadap pengurangan emisi CO2 sebesar 419.266 kg atau setara 117.173 liter bahan bakar minyak (BBM) Premium. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tengah menyiapkan fasilitas kepabeanan untuk mendukung produksi energi baru dan terbarukan (EBT) di dalam negeri.
Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Untung Basuki mengatakan pengembangan industri EBT beserta industri pendukungnya membutuhkan fasilitas fiskal agar mampu bersaing dengan energi konvensional. Menurutnya, peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai fasilitas fiskal tersebut sedang dalam tahap harmonisasi.
“Diharapkan dengan adanya fasilitas fiskal fiskal untuk pengembangan industri EBT maka industri tersebut dapat berkembang dan memenuhi kebutuhan sumber daya energi yang ramah lingkungan," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (19/7/2021).
Untung mengatakan pemerintah berkomitmen mendukung penyediaan energi yang lebih ramah lingkungan untuk masyarakat. Menurutnya, pemberian fasilitas kepabeanan untuk industri EBT juga telah tertuang dalam Rencana Strategis DJBC 2020-2024.
Dia belum memerinci jenis insentif yang akan diberikan kepada industri EBT beserta sektor usaha pendukungnya. Namun, selama ini pemerintah juga memberikan fasilitas kepabeanan untuk mendukung penyediaan energi nasional.
Misalnya melalui PMK 217/2019, pemerintah memberikan insentif pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) tidak dipungut untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Insentif itu diberikan untuk mendukung peningkatan produksi minyak dan gas bumi nasional.
Untung menyebut DJBC juga telah melakukan inovasi teknologi untuk mendukung sektor pertambangan seperti menyederhanakan prosedur permohonan fasilitas kepabeanan dan menerapkan otomasi dalam pemberian fasilitas di bidang hulu migas dan panas bumi.
Selain itu, DJBC mengintegrasikan sistem informasi pelayanan fasilitas fiskal untuk kegiatan usaha hulu migas bersama SKK Migas dan Ditjen Migas Kementerian ESDM secara single submission melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). Hal serupa juga dilakukan pada kegiatan penyelenggaraan panas bumi antara DJBC dan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.
"Saat ini kami juga tengah mengembangkan penerapan automasi dan penerapan sistem aplikasi di bidang fasilitas kepabeanan, yakni pengembangan sistem aplikasi pemotongan kuota atas realisasi impor fasilitas hulu migas dan panas bumi," ujarnya. (kaw)