LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Urgensi Sinergitas Politik dan Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 08 Januari 2019 | 10:31 WIB
Urgensi Sinergitas Politik dan Pajak
Gladys Paramita Tjioewinata, S1 Akuntansi Pajak Universitas Kristen Petra.

POLITIK tidak melulu bicara tentang kekuasaan. Dalam pandangan Aristoteles, politik adalah upaya untuk menyediakan kesejahteraan pemerintah berkuasa kepada rakyatnya sebagai konstituen. Sedangkan dalam konteks perpajakan, politik dikaitkan dengan upaya melibatkan rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama melalui pembayaran pajak.

Sebagai konsekuensi dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat, mereka diberikan peran dalam proses penciptaan kebijakan-kebijakan publik yang dapat mewujudkan kesejahteraan bersama sesuai amanat pembukaan Undang-Undang 1945 alinea IV, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Teknik pemungutan pajak merupakan suatu seni di mana otoritas dapat menjadikan pembayar pajak merasa perlu dan butuh membayar sebagai suatu ‘pride & taste’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menjadi pelindung dan pengurus kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan lainnya.

Tantangan yang kemudian timbul adalah bagaimana menciptakan sinergitas antara politik dan pajak, sehingga wajib pajak meyakini bahwa membayar pajak adalah keberpihakan pada pemerintah yang berkuasa. Politik dan pajak secara bersama menciptakan kesejahteraan rakyat. Politik dan pajak secara bersama memberikan janji agar rakyat berkenan memilih pemerintah yang berkuasa dan wajib pajak mematuhi kewajiban perpajakan.

Tantangan penerimaan pajak saat ini menurut Kementerian Keuangan terletak pada sektor non-migas. Namun hal ini menjadi kompleks karena komponen pajak non-migas sangat tergantung terhadap perekonomian. Jika perekonomian dapat tumbuh sesuai ekspektasi maka ada harapan penerimaan pajak juga akan ikut terdongkrak, demikian juga sebaliknya.

Upaya untuk mengatasi tantangan dalam penerimaan migas telah dilakukan oleh pemerintah dengan adanya pemberian insentif fiskal berupa super deductible tax dan aturan terkait pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Insentif super deductible tax akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi yaitu berupa pengurangan pajak sebesar 200% dan bagi industri yang berkecimpung dalam kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) atau invasi akan dihadiahi pemotongan pajak sebesar 300%.

Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan investasi dalam negeri yang dapat memicu penerimaan dalam negeri. Namun hingga akhir November 2018, insentif ini bisa dibilang belum laku atau belum banyak diminati oleh para investor dikarenakan proses mendapatkannya masih sangat sulit dan masih rumitnya prosedur administrasi perpajakan.

Pada 2019, penerimaan perpajakan pada postur RAPBN 2018 ditargetkan menyentuh angka Rp 1.781 triliun yang terdiri dari Rp1.572,3 triliun penerimaan pajak dan Rp208,7 triliun penerimaan bea dan cukai. Target ini meningkat 10,1% dari RAPBN tahun 2018. Risiko yang akan dihadapi dalam APBN adalah volatilitas harga BBM cukup besar dan perubahan konsumsi masyarakat cenderung bersifat leisure dan berbasis online.

Faktor-faktor ini dinilai dapat berdampak negatif terhadap penerimaan PPh migas dan PPN. Risiko lainnya datang dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Filiphina, Kanada, Taiwan, dan Denmark yang sedang gencar-gencarnya melakukan reformasi perpajakan seperti memberi ‘iming-iming’ insentif pajak pada perusahaan dalam rangka menarik investasi.

Ditambah lagi dengan lemahnya kepatuhan wajib pajak, tingginya shadow economy (usaha yang sulit dideteksi yang porsinya mencapai 30%-40% terhadap PDB), struktur penerimaan pajak yang tidak berimbang (struktur penerimaan pajak Indonesia didominasi oleh penerimaan pajak tidak langsung terutama PPh badan), rumitnya administrasi dan perubahan kebijakan perpajakan yang dinamis.

Melihat pentingnya penerimaan pajak yang sesuai target bagi negara, maka langkah pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membentuk kesadaran pada rakyatnya bahwa ketika mereka telah membayar pajak berarti mereka telah berkontribusi dalam menyumbang kemakmuran hidup mereka sendiri sehingga mereka akan merasa perlu membayar pajak karena ada kepentingan.

Kesadaran ini dapat dibentuk apabila rakyat yakin bahwa mereka telah membayarkan uangnya (pajak) kepada pihak yang tepat, oleh karena itu perlunya realisasi pemberantasan korupsi seperti janji yang dimuat oleh para calon.

Memilih orang yang tepat dalam kursi kepemimpinan (politik) akan berdampak pada perekonomian negara yang baik dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pajak dan politik harus berjalan dan bersinergi secara berdampingan sebagai salah satu kekuatan negara.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 16 Desember 2022 | 09:45 WIB HUT KE-15 DDTC

Cerita Staf BUMN, Juara II Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2022

Selasa, 06 Desember 2022 | 15:00 WIB HUT KE-15 DDTC

Cerita Pemeriksa, Juara I Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2022

Kamis, 01 Desember 2022 | 09:31 WIB HUT KE-15 DDTC

Daftar Pemenang Lomba Menulis Artikel Pajak 2022 Berhadiah Rp55 Juta

BERITA PILIHAN