STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Terobosan Berbagai Negara Tingkatkan Penerimaan Pajak pada Era Pandemi

DDTC Fiscal Research and Advisory | Kamis, 15 April 2021 | 15:25 WIB
Terobosan Berbagai Negara Tingkatkan Penerimaan Pajak pada Era Pandemi

PANDEMI Covid-19 sudah memasuki tahun kedua. Hampir seluruh negara meluncurkan berbagai kebijakan fiskal, termasuk pajak, dalam mengatasi dampak negatif pandemi tersebut.

Pada awalnya, kebijakan pajak di mayoritas negara berorientasi bagi penanggulangan dampak kesehatan serta mencegah tekanan ekonomi. Menariknya, belakangan ini kita juga melihat adanya motif lain yang ingin dicapai berbagai negara di dunia.

Hal ini tertuang dalam OECD Secretary-General Tax Report to G20 Finance Ministers and Central Bank Governors yang dirilis April 2021. Dalam laporan tersebut, tipologi instrumen pajak (tax measures) dalam merespons pandemi diklasifikasikan menjadi tiga.

Pertama, menangkal dampak negatif pandemi terhadap ekonomi, sosial, dan kesehatan. Hal Ini mencakup kebijakan penangguhan pembayaran pajak, restitusi dipercepat, perpanjangan kewajiban administrasi perpajakan, dan sebagainya.

Kedua, instrumen pajak untuk persiapan masa pemulihan, khususnya menstimulus permintaan konsumsi dan investasi. Kelompok kedua ini mencakup berbagai insentif untuk menarik investasi, penurunan tarif PPN secara sementara, penurunan tarif PPh badan, dan sebagainya.

Terakhir, instrumen pajak untuk mendanai anggaran pemerintah pada saat krisis atau berorientasi bagi penerimaan. Kelompok terakhir ini cukup menarik untuk disimak. Pasalnya, narasi kebijakan pemerintah di saat pandemi cenderung berada di area yang bersifat ekspansif melalui relaksasi pajak. Simak ‘OECD Sebut Mulai Ada Pergeseran Tujuan Insentif Pajak’.

Agaknya, tekanan daya tahan anggaran serta urgensi dalam mengantisipasi risiko fiskal, mau tidak mau mendorong upaya terobosan. Artinya, tidak menunggu pemulihan penerimaan pajak yang sejalan dengan pemulihan ekonomi, tapi justru mencari cara-cara baru.

Lantas, bagaimana terobosan berbagai negara tersebut? Survei OECD yang dilakukan terhadap 66 negara – seluruh negara OECD, seluruh anggota G20, dan 21 negara Inclusive Framework lainnya –dapat dipergunakan untuk memetakan hal tersebut.

Data instrumen pajak dalam merespons pandemi Covid-19 tersebut berdasarkan pada situasi per 4 April 2021 dan dapat diakses pada https://www.oecd.org/tax/.

Dari 66 negara yang disurvei, 26 di antaranya ternyata melakukan terobosan untuk meningkatkan penerimaan. Sebagai informasi, 26 negara tersebut dipilih berdasarkan pada filter jenis instrumen pajak yang berorientasi meningkatkan penerimaan dan/atau memiliki estimasi dampak positif bagi penerimaan.

Data tersebut kemudian dikelompokkan kembali berdasarkan pada jenis instrumen pungutan (pajak) yang dipergunakan. Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa 1 negara memiliki lebih dari 1 (berbagai) instrumen pajak yang berorientasi bagi penerimaan. Pemilahan tersebut dapat dilihat dari grafik di bawah ini.


Dari data tersebut, terlihat instrumen PPh marak dipergunakan untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam rangka mengompensasi anggaran penanganan Covid-19. Terdapat 17 negara, baik yang menggunakan pengaturan di area PPh badan maupun PPh orang pribadi.

Untuk PPh badan, cara yang ditempuh bervariasi. Namun, umumnya berhubungan dengan tarif, penyesuaian fasilitas, serta skema pencegahan penghindaran pajak yang lebih ketat. Sebagai contoh, Kolombia mengenakan pungutan tambahan (surcharge) secara temporer bagi korporasi yang bergerak di sektor keuangan dengan kriteria tertentu. Skema serupa juga diimplementasikan Swedia dan Tunisia selama dua tahun.

Skema peningkatan tarif PPh badan juga dilakukan Inggris Raya (United Kingdom), dari 19% menjadi 25% pada 2023. Beberapa negara, seperti Norwegia dan Luksembourg, juga mengenakan atau menyesuaikan tarif withholding tax bagi penghasilan yang diterima pihak afiliasi. Selain itu, terdapat terobosan lain seperti batasan untuk pengurangan penghasilan (Polandia dan Belanda) dan peningkatan threshold pajak bagi UKM (Hungaria).

Sama halnya dengan PPh badan, terobosan melalui PPh orang pribadi turut mencakup penyesuaian tarif dan fasilitas yang selama ini diterima. Terobosan peningkatan tarif dapat ditemui di Rusia, Kanada, Selandia Baru, dan sebagainya.

Sebagai contoh, Korea Selatan mengubah tax bracket serta meningkatkan tarif PPh bagi kelompok tertinggi. Hal yang sama juga dilakukan oleh Spanyol yang memiliki tax bracket baru atas penghasilan di atas EUR300 ribu/tahun dengan tarif baru tertinggi sebesar 24,5%.

Sementara itu, 15 negara menggunakan instrumen PPN/GST sebagai terobosan. Upaya yang dilakukan mencakup peningkatan tarif (baik yang standar atau berlaku khusus), pengurangan exemption, serta pengenaan PPN atas transaksi digital.

PPN atas transaksi digital atau e-commerce agaknya menjadi salah satu kebijakan yang populer di saat pandemi. Instrumen terobosan ini dilakukan oleh Belgia, Kanada, Portugal, dan Indonesia. Sementara itu, penyesuaian exemption dilakukan Slovakia dan Lithuania.

Ada juga contoh menarik melalui instrumen PPN. Arab Saudi –yang baru memperkenalkan PPN pada 2018 – melakukan penyesuaian tarif PPN dari 5% menjadi 15% dan efektif berlaku pada Juli 2020. Tekanan pandemi serta rendahnya harga minyak memaksa negara tersebut untuk mencari pemasukan baru.

Pos pajak lainnya juga perlu menjadi sorotan karena terdapat 11 negara yang menerapkan hal ini. Contohnya saja Mauritius yang mengenakan ‘pungutan Covid-19’ pada pihak yang mendapatkan manfaat dari paket stimulus pemerintah, yaitu Wage Assistance Scheme (WAS). Pungutan tersebut dikenakan selama 2 tahun sebesar 15% dari penghasilan bruto wajib pajak, tapi pungutannya boleh lebih besar dari WAS.

Contoh negara lainnya ialah Argentina yang menaikkan bea keluar bagi produk biofuel atau Spanyol yang meningkatkan tarif bagi pajak atas premi asuransi dari 6% menjadi 8%. Hungaria mengenakan special retail tax yang berbasis pada peredaran usaha.

Selain itu, beberapa negara juga merilis kebijakan yang berkaitan erat dengan dukungan bagi sektor kesehatan (9 negara) dan lingkungan hidup (8 negara). Terobosan penerimaan melalui instrumen yang berhubungan dengan sektor kesehatan mayoritas dilakukan melalui penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dan alkohol. Hal ini seperti yang dilakukan pada Belgia, Republik Ceko, Slovenia, Afrika Selatan.

Untuk terobosan yang berhubungan dengan lingkungan, misalkan seperti kenaikan tarif bagi penggunaan energi yang tidak terbarukan, dilakukan di Filandia, Latvia, atau Irlandia. Contoh lainnya ialah instrumen pungutan yang berhubungan dengan sektor transportasi seperti pungutan tambahan atas perjalanan melalui air atau udara di Austria dan Portugal.

Sebanyak 7 negara juga melakukan terobosan penerimaan melalui pos cukai lainnya. Sebagai contoh, Seychelles meningkatkan tarif cukai kendaraan bermotor sekaligus mencegah permintaan impor. Sementara itu, beberapa provinsi di Kanada memberlakukan cukai atas produk vape.

Pajak berbasis kekayaan – yang sejalan dengan ide solidaritas nasional, pengurangan ketimpangan, serta pencarian sumber alternatif – juga menjadi terobosan yang perlu disimak. Dari 4 negara yang menggunakan instrumen ini, 3 di antaranya merupakan jenis pajak yang baru diperkenalkan saat krisis.

Sebagai contoh, Belgia memperkenalkan pajak atas surat berharga sebesar 0,15% dari nilai surat berharga dengan total threshold nilai di atas EUR1 juta. Argentina menerapkan pajak atas kepemilikan aset yang tarifnya dibedakan antara aset dalam negeri dan luar negeri (lebih tinggi). Sementara itu, Kolombia mengenakan pajak kekayaan bagi pihak yang tidak memiliki kewajiban melaporkan SPT di Kolombia dengan tarif berbeda jika, misalnya, kekayaan tersebut direpatriasikan.

Selain itu, terdapat 4 negara lain yang menerapkan pajak transaksi properti, yakni Korea Selatan, Inggris Raya, Portugal, dan Belanda. Sebanyak 4 negara lainnya juga menggunakan instrumen social security contribution.

Terakhir, terdapat negara yang sifat kebijakannya mencakup lebih dari 1 instrumen pajak. Hal ini seperti yang dilakukan Panama melalui kebijakan amnesti pajak pada September 2020 dan memiliki penghapusan sanksi secara bertingkat tergantung dari periode pengungkapan.

Pandemi Covid-19 telah memberikan efek lanjutan bagi kestabilan fiskal di banyak negara. Tidak mengherankan jika upaya terobosan dalam menggali potensi penerimaan mulai dilakukan melalui berbagai instrumen pajak. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 10:35 WIB PENERIMAAN PAJAK

Ada Momentum Lapor SPT Tahunan, Realisasi PPh OP Masih Tumbuh Melambat

Kamis, 28 Maret 2024 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Crash Program Efektif Bantu Debitur Kecil Lunasi Utang ke Negara

Rabu, 27 Maret 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Hingga 25 Maret, DJP Jakarta Khusus Kumpulkan Pajak Rp 53 Triliun

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi