Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak orang pribadi dengan omzet belum melebihi Rp500 juta bisa melakukan pemindahbukuan (Pbk) atau mengajukan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, apabila telanjur menyetorkan PPh final dengan tarif 0,5%.
Seperti diketahui, UU HPP mengatur adanya batas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang memanfaatkan tarif PPh final berdasarkan PP 55/2022 (sebelumnya diatur dalam PP 23/2018). Artinya, omzet yang belum tembus Rp500 juta tidak terutang PPh final 0,5%.Â
"[Jika telanjur menyetorkan PPh final], silakan bisa diajukan permohonan pemindahbukuan sesuai PMK 242/2014 atau permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai PMK 187/2015," cuit Ditjen Pajak (DJP) melalui akun @kring_pajak, dikutip pada Senin (6/2/2023).Â
Mengacu pada PMK 242/2014, pemindahbukuan bisa dilakukan karena setidaknya 7 alasan. Pertama, karena adanya kesalahan dalam pengisian formulir SSP, SSPCP, baik menyangkut wajib pajak sendiri atau wajib pajak lain.Â
Kedua, adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik dalam BPN.Â
Ketiga, adanya kesalahan perekaman atas SSP, SSPCP, yang dilakukan bank persepsi, pos persepsi, bank devisa persepsi, atau bank persepsi mata uang asing.Â
Keempat, kesalahan perekaman atau pengisian bukti Pbk oleh pegawai DJP.
Kelima, dalam rangka pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa wajib pajak dan/atau objek pajak PBB.Â
Keenam, jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam surat pemberitahuan, SKP, STP, surat pemberitahuan pajak terutang, SKP PBB, atau STP PBB.Â
Ketujuh, karena jumlah pembayaran pada SSPCP atau bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan.Â
Kedelapan, karena sebab lain yang diatur DJP.Â
Kemudian, berdasarkan PMK 187/2015, permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dapat diajukan dalam 5 kondisi.Â
Pertama, terdapat pembayaran pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang. Kedua, terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh wajib pajak yang terkait dengan pajak dalam rangka impor.Â
Ketiga, terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut.Â
Keempat, terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak. Kelima, terdapat kelebihan pemotongan atau pemungutan PPh terkait dengan penerapan P3B bagi subjek pajak luar negeri. (sap)