Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Komisi XI DPR dan pemerintah menyepakati target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%-5,7% pada 2024, lebih rendah ketimbang usulan pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) sebesar 5,3%-5,7%.
Saat membacakan kesimpulan Panja Inflasi dan Pembangunan Nasional, Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi 2024 harus dapat memperhatikan dinamika dan risiko ekonomi dunia.
"PDB di 2024 sebesar 5,1% sampai 5,7%. Ini kesepakatan panja," katanya, Kamis (8/6/2023).
Amir menuturkan dinamika dan risiko ekonomi dunia, serta potensi dampaknya ke Indonesia menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.
Terlebih, eskalasi tensi geopolitik telah menyebabkan ketidakpastian sehingga kinerja ekonomi global menurun, khususnya di banyak negara maju.
Menurut Amir, indikator perekonomian Indonesia sejauh ini masih memberikan sinyal ekspansif, khususnya aktivitas konsumsi. Meski demikian, tren moderasi tetap harus diwaspadai, termasuk soal aktivitas investasi domestik yang tertahan, terutama menjelang periode pemilu.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah harus tetap waspada dan antisipatif dalam menjaga stabilitas perekonomian. Laju perekonomian nasional harus dijaga sehingga dapat menjadi fondasi yang kuat bagi perekonomian dalam jangka menengah-panjang
"Agenda reformasi struktural harus didorong untuk mengakselerasi transformasi ekonomi yang dapat menciptakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan," ujar Amir.
Dalam KEM-PPKF 2024, terdapat indikator ekonomi makro lainnya yang akan digunakan pemerintah sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2024 di antaranya inflasi 1,5% hingga 3,5%, serta nilai tukar rupiah Rp14.700 hingga Rp15.200 per dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah sepakat dengan kesimpulan panja tersebut. Mengenai asumsi pertumbuhan ekonomi yang batas bawahnya direvisi, ia memandang sudah sesuai dengan asesmen Kemenkeu, Bank Indonesia, dan Bappenas.
Menurutnya, risiko dari sisi eksternal diperkirakan masih akan meningkat. Pemerintah juga akan terus mengamati berbagai perkembangan perekonomian dunia.
"Memang baik untuk membuat lower end atau batas bawahnya agak diturunkan dari 5,3% ke 5,1%. Mungkin yang jadi pertanyaannya, apakah batas atasnya tetap 7,5% atau bisa diturunkan. Tentu itu mungkin sesuatu yang kita lihat konsistensinya," ujarnya. (rig)