TENTU kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pajak pertambahan nilai (PPN). PPN merupakan salah satu jenis pajak atas konsumsi yang diterapkan di Indonesia. Adapun istilah PPN pertama kali diperkenalkan di Indonesia melalui penerbitan UU No. 8 Tahun 1983.
Di beberapa negara, istilah PPN ini disebut juga dengan goods and service tax (GST). Walaupun berbeda istilah, pada dasarnya tidak ada perbedaan konsep antara PPN dan GST. Oleh sebab itu, keduanya merujuk pada jenis pajak yang sama. Simak juga artikel ‘Apakah PPN dengan GST Berbeda?’
Selain PPN/GST, terdapat jenis pajak berbasis konsumsi lain, seperti pajak atas penjualan (sales tax) dan cukai (excise). Walaupun berbeda secara karakteristik, pada hakikatnya, kedua jenis pajak tersebut merupakan bagian dari pajak atas konsumsi.
Lantas, seperti apa klasifikasi atau taksonomi dari pajak konsumsi tersebut?
Untuk memahami lebih jauh, kita dapat melihat klasifikasi atau taksonomi pajak atas konsumsi berdasarkan laporan OECD berjudul Consumption Tax Trends 2020: VAT/GST and Excise Rates, Trend and Policy Issues.
Merujuk pada klasifikasi pajak atas konsumsi OECD, terdapat 2 kategori pajak atas konsumsi, yaitu pajak atas konsumsi yang bersifat umum (taxes on general consumption) dan pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik (taxes on specific consumption).
Kategori pajak atas konsumsi yang bersifat umum ini diklasifikasi lagi ke dalam 3 jenis pajak, yaitu PPN (VAT), pajak penjualan (sales tax), dan pajak atas barang dan jasa yang bersifat umum lainnya (other general taxes on goods and services).
Adapun jenis pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik terdiri atas cukai (excise), bea masuk impor (import duties), dan pajak atas barang dan jasa yang bersifat spesifik lainnya (other specifictaxes on goods and services).
Berdasarkan pada klasifikasi tersebut, dapat diketahui, PPN dan pajak penjualan pada dasarnya merupakan pajak yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum.
Terkait dengan pajak atas konsumsi yang bersifat umum, pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara konsumsi atas barang maupun jasa. Kata general atau umum inilah yang membedakannya dengan jenis pajak konsumsi lain yang hanya dikenakan atas barang dan jasa yang bersifat spesifik seperti excise (di Indonesia disebut sebagai cukai) dan bea masuk (Darussalam, Septriadi, dan Dhora, 2018).
Hal ini juga menunjukkan OECD tidak melihat PPN dan GST sebagai jenis pajak yang berbeda. Keduanya dianggap sebagai jenis pajak atas barang dan jasa yang bersifat umum.
Selain itu, dalam praktiknya, pajak konsumsi seperti PPN, pajak penjualan, dan cukai juga sering dikategorikan sebagai pajak tidak langsung (indirect tax) karena umumnya tidak dipungut langsung pada orang yang seharusnya menanggung beban pajak tersebut. Jenis pajak konsumsi ini lebih dikenakan pada transaksi, produk atau peristiwa tertentu (OECD Glossary).
Perlu dipahami pula bahwa pajak atas konsumsi ini juga tidak dikenakan pada pendapatan atau kekayaan tetapi pengeluaran yang dibiayai oleh pendapatan dan kekayaan tersebut.
Oleh sebab itu, pemerintah di berbagai negara pada umumnya memungut pajak atas konsumsi dari produsen dan distributor di berbagai titik dalam rantai bisnis. Namun, beban pajaknya tetap jatuh pada konsumen. Hal itu dengan asumsi pajak akan dibebankan kepada konsumen dalam harga yang dikenakan oleh pemasok. (kaw)